PENARI

PENARI


Oleh: Muslihah

Sejak kecil Andin suka menari. Kemampuan melenggak-lenggokkan tubuh itu diketahui oleh guru sekolah dasarnya. Sang guru melatih Andin berbagai tarian untuk diikutkan beberapa lomba menari. Hebatnya hampir di setiap event membawa pulang piala juara. Terlebih saat kelas enam SD. Saat teman-temannya sibuk belajar mempersiapkan ujian akhir, Andin malah banyak disibukkan dengan lomba menari.

Andin tak perlu mengkhawatirkan kesulitan masuk SMP Negeri, sebagaimana teman-temannya. Sebab ia bisa masuk SMP Negeri lewat jalur prestasi. Prestasi menarinya di masa SD tak perlu diragukan. Benar saja Andin masuk SMP Negeri favorit di kotanya tanpa hambatan. Kepala sekolah langsung menerimanya saat orang tua Andin menunjukkan prestasi Andin dalam bidang tari.

Namun saat ia sudah menjadi siswi SMP, hatinya menjadi dilema se-usai mengikuti kajian remaja bersama teman-teman TPQ di komplek tempat tinggalnya. Pada pertemuan pertama Andin yang selama dididik ayahnya untuk selalu menunaikan kewajiban lima waktu, tak sulit memahami materi tentang akidah. Bahwa manusia pasti mati. Sedangkan kematian itu awal dari kehidupan abadi. Kelak hari kiamat manusia akan dibangkitkan dan diminta pertanggungjawaban dari semua perilaku di dunia. Tak ada yang aneh, Andin menerima dengan yakin dan nyaman.

Bersama Reni, Adelia, Nabila, Putri dan Safitri, persahabatan semakin terasa erat dan menyejukkan. Pada pertemuan kedua, Kak Qanita menyampaikan tentang bahwa setiap perbuatan terkait dengan hukum syara. Maka setiap perilaku pasti memiliki keterkaitan dengan hukum Islam. Bisa jadi wajib, sunah, mubah, makruh atau haram. Maka jangan sampai terjerumus melakukan perbuatan yang haram.

Di sinilah Andin dan teman-teman terusik rasa ingin tahu dan khawatir tentang kebiasaan yang mereka lakukan. Ingin tahu apakah hal-hal yang biasa ia lakukan tak masuk dalam hukum haram? Khawatir jika perilaku yang pernah ia lakukan termasuk dosa di hadapan Allah.

"Kak, mau tanya," ujar Andin menepis rasa cemas dalam hati.

"Iya, boleh. Tanya apa, Andin Sayang?" sambut Kak Qanita ramah.

"Kalau kita sedang menari, khususnya tari Ngremo, itu mengenakan gelang di kaki dengan kerincingan yang di pasang di kaki. Nah, saat menari suara gemerincingnnya menambah seru dan semangat bagi kami penari. Semacam itu tidak dosa kan, Kak?" tanya Andin agak ragu.

"Begini, ya, Adik-adik. Sebelum Kakak menjawabnya, kita ingat bahwa keberadaan kita di dunia adalah sebab karunia Allah. Kasih sayang orang tua sejak kecil hingga sekarang, kesehatan diberi Allah secara gratis. Oksigen dan lain-lain kebutuhan kita diberikan oleh Allah. Bahkan saat kita lahir disiapkan ASI yang sebelumnya pun tak ada. Nah Allah hanya minta agar kita taat kepada semua aturan-Nya."

Kak Qanita menekankan pada kalimat terakhir, terlebih kata "Taat kepada semua aturan-Nya,"

"Nah, sekarang mari kita membuka Al Qur'an surat An Nur ayat 31!" lanjut Kak Qanita.

Beberapa saat mereka sibuk membuka Al Qur'an terjemah yang mereka bawa. Setiap waktu kajian. Kak Qanita memang berpesan agar membawa Al Qur'an terjemah.

"Sudah ketemu?" tanya Qanita kepada semuanya.

"Sudah, Kak." Semua menjawab serempak.

"Baik. Sekarang tolong Adelia baca surat An Nur ayat 31!" Kak Qanita memberi arahan.

Adelia membaca dengan Tartil. Bacaan Adelia memenuhi semua kaidah tajwid disertai suaranya yang indah, merdu terdengar.

"Nabila, tolong baca terjemahnya!"

Nabila membaca terjemah surat An Nur ayat 31 dengan keras. Semua yang hadir bisa mendengar dengan baik.

"Kita perhatikan dua kalimat di akhir ayat ini, ya!" seru Kak Qanita, "dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."

Sampai di sini Kak Qanita berhenti sejenak, mengatur nafas sambil menatap remaja di depannya satu per satu.

"Jadi Allah yang melarang menghentakkan kaki dengan tujuan agar orang lain mendengar gemerincing gelang kaki, hingga orang lain mengetahui bahwa kita sedang menggunakan gelang kaki, meskipun sudah kita tutup dengan gamis," lanjut Kak Qanita dengan lembut namun tegas.

"Berarti dosa, ya, Kak?" Andin masih ingin memastikan keraguannya.

"Kalau melanggar larangan Allah, ya, jadi berdosa," jawab Kak Qanita disertai lengkungan bibir ke atas.

"Kalau dosa, mengapa Pak Guru malah memerintah saya ikut lomba menari? Atau kalau ikut lomba tidak dosa?"

Andin masih belum mengerti. Dalam benak Andin seorang guru adalah orang yang paham ilmu, termasuk ilmu agama. Jika itu dosa, harusnya guru tak menyuruh anak didiknya melakukan perbuatan dosa. Banyak pertanyaan di benaknya.

"Apakah saat lomba tak dilihat orang lain? Apakah saat lomba gemerincing gelang kaki tak di dengar orang lain? Bukannya malah banyak yang mengindra? Ada juri dan penonton. Benar?" Kak Qanita malah mengajukan pertanyaan.

"Iya. Lalu harus bagaimana?" tanya Andin dengan wajah bingung.

"Dulu Andin tidak tahu tentang hukum ini. Semoga Allah mengampuni. Nah, yang akan datang kita hindari. Perhatikan kalimat paling akhir ayat ini! "Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." Karena itu tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri."

Teman-teman Andin menyimak tanya jawab itu dengan seksama.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

وَقُلْ لِّـلْمُؤْمِنٰتِ يَغْضُضْنَ مِنْ اَبْصَا رِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَـضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلٰى جُيُوْبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِيْنَ زِيْنَتَهُنَّ اِلَّا لِبُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اٰبَآئِهِنَّ اَوْ اٰبَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اَبْنَآئِهِنَّ اَوْ اَبْنَآءِ بُعُوْلَتِهِنَّ اَوْ اِخْوَا نِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اِخْوَا نِهِنَّ اَوْ بَنِيْۤ اَخَوٰتِهِنَّ اَوْ نِسَآئِهِنَّ اَوْ مَا مَلَـكَتْ اَيْمَا نُهُنَّ اَوِ التّٰبِعِيْنَ غَيْرِ اُولِى الْاِ رْبَةِ مِنَ الرِّجَا لِ اَوِ الطِّفْلِ الَّذِيْنَ لَمْ يَظْهَرُوْا عَلٰى عَوْرٰتِ النِّسَآءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِاَ رْجُلِهِنَّ لِيُـعْلَمَ مَا يُخْفِيْنَ مِنْ زِيْنَتِهِنَّ ۗ وَتُوْبُوْۤا اِلَى اللّٰهِ جَمِيْعًا اَيُّهَ الْمُؤْمِنُوْنَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka mengentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung." (QS. An-Nur 24: Ayat 31)

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel