
PERAN PEREMPUAN DALAM MEMBENTUK GENERASI ISLAMI MELALUI BUDAYA LITERASI
Rabu, 04 Juni 2025
Edit

Penulis: Khoirul Anwar | Pegiat Literasi
Perempuan memiliki peran penting dalam pembentukan karakter dan kecerdasan bangsa. Peran mereka tidak hanya sebagai anak, istri, dan ibu dalam ranah keluarga. Islam sangat memuliakan perempuan sebagai komponen penting dalam perubahan bangsa, terutama melalui penanaman budaya literasi sejak dini. Melalui peran sentral ini, perempuan memiliki kesempatan untuk menumbuhkan kecintaan pada ilmu, membaca, dan nilai-nilai moral yang menjadi fondasi lahirnya generasi yang cerdas dan berakhlak mulia.
Di era digital saat ini, ketika kemajuan teknologi menjadi penentu keberhasilan pembangunan, keterlibatan perempuan—khususnya para ibu—dalam menyukseskan program literasi digital menjadi sangat penting. Islam menempatkan literasi sebagai kunci utama pembangunan bangsa, dan perempuan sebagai pendidik pertama dalam keluarga memegang peran vital dalam menyukseskannya.
Literasi Digital dan Tantangan Zaman
Kemajuan teknologi membawa banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Pendidikan kini banyak menggunakan sistem daring, sektor perdagangan berkembang pesat melalui e-commerce, dan promosi bisnis pun lebih efektif melalui media sosial. Namun, bersamaan dengan itu, muncul pula tantangan besar, seperti maraknya hoaks, ujaran kebencian, penipuan daring, hingga kecanduan media sosial yang melumpuhkan produktivitas generasi muda.
Dalam menghadapi tantangan tersebut, pemahaman literasi digital menjadi benteng utama. Di sinilah letak strategis peran perempuan, khususnya ibu, sebagai pendidik generasi masa depan. Keluarga merupakan madrasah pertama, tempat karakter dan kecintaan terhadap ilmu mulai terbentuk.
Islam dan Peran Sentral Ibu dalam Literasi
Dalam Islam, pendidikan anak dimulai dari keluarga. Rasulullah SAW bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
"Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah. Maka, orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa orang tua, khususnya ibu, memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter anak. Oleh karena itu, perempuan tidak hanya dituntut memiliki kasih sayang, tetapi juga ilmu dan kecakapan literasi, termasuk dalam ranah digital. Literasi bukan sekadar kemampuan membaca dan menulis, melainkan juga memahami, mengkritisi, dan mengelola informasi secara bijak.
Dalam Islam, kemampuan literasi merupakan fondasi penting dalam membangun kemajuan peradaban. Wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah perintah membaca:
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَۚ
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan." (QS. Al-‘Alaq: 1)
Ayat ini menandakan pentingnya membaca dan belajar sebagai dasar pembangunan manusia. Maka, kemampuan literasi—baik membaca, menulis, memahami, hingga memanfaatkan teknologi informasi—merupakan bagian integral dari ajaran Islam. Rasulullah SAW juga bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
"Menuntut ilmu itu wajib atas setiap Muslim." (HR. Ibnu Majah)
Perintah ini menegaskan bahwa setiap Muslim, termasuk perempuan, dituntut untuk cakap dalam ilmu pengetahuan demi kemaslahatan keluarga dan umat. Rasulullah SAW menggambarkan perempuan sebagai madrasah pertama bagi anak-anaknya:
الأمُّ مَدْرَسَةٌ إذا أعددتَها أعددتَ شعبًا طيّبَ الأعراقِ
"Ibu adalah sekolah. Jika engkau mempersiapkannya, maka engkau mempersiapkan generasi yang baik akarnya." (Syair Hafizh Ibrahim)
Ini menunjukkan bahwa kualitas pendidikan anak sangat dipengaruhi oleh kualitas sang ibu, termasuk kecakapannya dalam literasi digital.
Jejak Sejarah Islam dan Baitul Hikmah
Kita tidak bisa bicara literasi dalam Islam tanpa menyinggung kejayaan masa lampau. Pada masa Khilafah Abbasiyah, Islam mengalami puncak kemajuan ilmu pengetahuan. Di era Khalifah Harun ar-Rasyid dan putranya, al-Ma’mun, berdirilah Baitul Hikmah (House of Wisdom) di Baghdad, sebuah pusat literasi, perpustakaan, penerjemahan, dan kajian ilmiah.
Baitul Hikmah tidak hanya menjadi simbol peradaban Islam yang gemilang, tetapi juga tempat berkumpulnya para ilmuwan Muslim dan non-Muslim untuk berdiskusi, menerjemahkan manuskrip Yunani, Persia, dan India, serta menciptakan karya-karya monumental yang sangat berpengaruh hingga zaman modern ini.
Perempuan pun tidak dikecualikan dalam proses keilmuan ini. Sejarah mencatat tokoh perempuan seperti Fatimah al-Fihri, pendiri Universitas Al-Qarawiyyin di Maroko, yang menjadi pusat pendidikan Islam tertua di dunia. Semangat inilah yang perlu dihidupkan kembali. Literasi adalah kunci kemajuan peradaban, dan Islam telah mencontohkannya sejak lama.
Aksi Nyata Perempuan di Era Digital
Upaya konkret perempuan dalam memperkuat budaya literasi bisa dimulai dari rumah. Misalnya, membiasakan anak membaca sejak dini, mendongeng sebelum tidur, memberikan hadiah berupa buku, mengajak anak ke perpustakaan, hingga memanfaatkan aplikasi pembelajaran daring yang ramah anak.
Literasi dan Akhlak, Kombinasi Tak Terpisahkan
Kemajuan teknologi tanpa akhlak akan membawa kehancuran. Teknologi tidak bisa menggantikan peran manusia dalam mendidik moral dan karakter anak. Karena itu, perempuan tidak hanya dituntut untuk melek digital, tetapi juga menjadi penanam nilai-nilai Islam pada anak-anak.
Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..." (QS. At-Tahrim: 6)
Mendidik anak membutuhkan waktu, kesabaran, dan keteladanan. Seperti menanam pohon, butuh proses, perhatian, dan kasih sayang agar bisa tumbuh dan berbuah. Jangan hanya mengejar sukses di luar rumah, namun gagal dalam mendidik anak, karena kerugian semacam ini tidak bisa ditebus dengan apa pun.
Ada kata bijak yang mengatakan:
"Kegagalan dalam bisnis adalah risiko yang bisa diulang. Namun kegagalan dalam mendidik anak tidak dapat diulang dan menjadi hisab di akhirat kelak."
Islam menekankan pentingnya ilmu dan akhlak dalam menghadapi tantangan zaman. Rasulullah SAW juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ
"Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam konteks digital, perempuan harus mampu menyaring informasi, mendorong anak-anaknya untuk cakap digital, dan tetap menjaga adab dalam berkomunikasi. Literasi digital bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga menyangkut aspek spiritual dan moral.
Peran Perempuan Penentu Arah Bangsa
Dengan bonus demografi yang dimiliki Indonesia, generasi muda kini menjadi kekuatan terbesar bangsa. Namun, potensi ini hanya bisa diwujudkan jika perempuan sebagai pendidik utama di keluarga mengambil peran strategis dalam membangun budaya literasi digital yang bermoral.
Maka, mari bangun keluarga sebagai benteng nilai dan pusat ilmu. Semoga semakin banyak perempuan Indonesia yang sadar, tangguh, dan siap menjadi garda terdepan dalam menciptakan generasi Qur’ani yang cerdas digital dan tangguh moral.
Rasulullah SAW bersabda:
من دَلَّ على خيرٍ فله مثلُ أجرِ فاعلِه
“Barang siapa yang menunjukkan kepada kebaikan, maka ia akan mendapatkan pahala seperti orang yang melakukannya.” (HR. Muslim)
Perempuan bukan hanya penerus peradaban, tetapi juga penentu arah peradaban. Dalam Islam, mereka adalah madrasah pertama yang menentukan seperti apa wajah generasi mendatang. Ketika perempuan memiliki kecakapan literasi, maka ia akan mampu mencetak anak-anak yang mandiri, kreatif, berakhlak, dan mampu bersaing secara global.
Sebagai penutup, mari kita renungkan pesan dari Imam Syafi’i:
من لم يذق مر التعلم ساعة, تجرع ذل الجهل طول حياته
"Jika kamu tidak sanggup menahan lelahnya belajar, maka kamu harus sanggup menahan perihnya kebodohan."
Literasi bukan hanya tanggung jawab negara, melainkan tanggung jawab setiap individu, terutama perempuan. Dengan menghidupkan semangat Baitul Hikmah di rumah-rumah kita, insya Allah peradaban gemilang yang mencetak generasi emas Indonesia akan terwujud di masa yang akan datang.
Wallahu a’lam bishawab.