TAKZIYAH

TAKZIYAH


Oleh: Muslihah

"Umi, ada berita suami Nunung meninggal," ujar suamiku sore itu.

Nunung adalah salah seorang sepupunya.

"Inna lillahi wa inna ilaihi Raji'un. Kita ke sana besok pagi saja, Bi. Sekarang juga sudah sore," usulku.

Esoknya kami mengendarai motor berdua menuju rumah duka di luar kota, berjarak dua jam perjalanan dalam keadaan lancar. Mungkin masih pagi, lalu lintas cukup lancar. Meski Nunung sepupu suami, ini adalah kali pertama kami mengunjungi rumahnya. Ia pun belum pernah sekali pun datang ke rumah kami. Selama ini kami mencukupkan diri bertemu di kampung halaman orang tua usai lebaran tiba.

Itu sebabnya ada drama tersendiri saat bermaksud takziyah. Suami bertanya ke saudaranya, baik kakak maupun adiknya. Di mana alamat rumahnya. Sayangnya tak ada yang bisa memberikan alamat lengkap selain hanya kata "Di PPS".

"Kepanjangan PPS iku opo?" tanya suamiku.

"Mbuhlah, Bi. Perumahan Petro Sejahtera, mungkin, hahaha," sahutku asal jawab.

Akhirnya suami menelepon Nunung, orang yang sedang berdukacita. Beliau mendapat nomor telepon di grup keluarga besar.

"Gardenia sembilan tujuh lima?" Kudengar suami bertanya memastikan, lalu menutup telepon.

"Kok banyak sekali, Bi? 975?" tanyaku.

Dalam benakku kok banyak banget nomor rumah sampai 975.
"Gardenia 9 nomor 75," jawab suamiku dengan nada rendah.

Perjalanan ke tempat tujuan melewati beberapa perumahan. Di setiap gerbang perumahan yang kami lewati, suami mengurangi kecepatan motor yang sudah pelan, bertujuan agar bisa membaca nama perumahan dengan jelas. Sampai terpampang tiga huruf dengan ukuran sangat besar, PPS.

"Ini dia," seru kami bareng. Perumahan Permata Suci, itulah kepanjangannya.

Dilihat sekilas gerbang perumahan ini nampak kecil. Namun saat sampai di dalam terasa luas banget. Jajaran ruko yang tak sedikit plus pasar menyambut kedatangan kami. Sebelum terlalu dalam memasuki perumahan, kami berhenti untuk bertanya di mana cluster Gardenia kepada seorang wanita berkerudung yang sedang merapikan lapak. Rupanya ia telah selesai berdagang dan bersiap pulang.

"Jenengan balik, lihat sebelah kanan ada menara Eiffel, masuk, lurus ada pertigaan belok kanan ... ."

Aku tadi memang sempat melihat ada miniatur menara Eiffel di jalan sebelah kiri dari arah gerbang masuk. Wanita itu menunjukkan jalan menuju tempat yang kami tanyakan, diakhiri dengan kalimat, "Nanti tanya lagi."

Kami memang belum menemukan Gardenia sampai di ujung jalan yang ditunjukkan wanita berkerudung tadi. Aku pun turun bertanya kepada penjual cilok di tepi jalan.

"Ini kan Taman Gardenia," jawabnya sambil jarinya menunjuk ke sebelah kiri kami. Masih belum yakin, sekira berjalan 100 meter, bertanya lagi kepada lelaki paruh baya yang kami temui. Ternyata sudah lewat, kami kembali langsung belok kanan saat menemui pertigaan. Baru kami temukan tulisan besar "Gardenia" di atas pagar besi yang cukup tinggi.

Melihat dua orang duduk di pos dekat gerbang, kami yakin mereka security di situ.

"Permisi, Pak. Rumah Pak Lutfi sebelah mana, ya?"

"Emang di rumah sini ada orang?" tanya salah seorang dari mereka.

"Ada. Tadi kulihat si ibu pulang ke sini. Beberapa orang juga takziyah ke sini," jawab yang lain.

"Gardenia 9 nomor 75, Bu," lanjutnya

"Terimakasih, Pak."

Kami pun kembali mengendarai motor dengan pelan. Sampai bertemu dengan tulisan "Gardenia 9", kami masuk jalan kecil itu. Sampai kami temukan angka 75.

Sampai di sana hanya ada beberapa orang. Tamu yang sedang takziyah langsung pamit bersama salam yang kami ucapkan. Nunung ditemani adik dan kedua anaknya menemui para tamu yang hadir. Bersama kami ada beberapa tamu yang lain.

"Sakit apa? Mengapa kami tak mendengar sakitnya?" Tanya seorang tamu. Sepertinya seorang sahabat Nunung. Aku hanya diam dan mendengarkan, usai mengucapkan bela sungkawa bersamaan berjabat tangan serta berpelukan di awal kami bertemu tadi.

"Kecelakaan," jawab Nunung sambil mengusap butiran bening yang keluar dari sudut matanya. Kulihat matanya merah, menunjukkan ia tak berhenti menangis. Sedang lingkaran hitam di sekeliling mata menunjukkan ia tak tidur semalaman.

"Pulang Jumatan, hendak menjemputku di puskesmas. Aku seorang kader TB. Namun sampai satu jam tak juga datang. Lalu aku telepon, dan yang mengangkat petugas rumah sakit. Ia hanya mengatakan agar aku ke rumah sakit. Dengan bingung aku naik ojek ke sana. Dalam keadaan bingung aku diberi HP, tas dan kunci motor. Sementara suamiku sedang mengalami perdarahan di hidung, mata dan telinga." Nunung bercerita kejadian yang siang itu.

"Dokter bilang terjadi perdarahan di batang otak. Mas Lutfi meninggal pukul setengah empat sore," lanjut Habibah, adik Nunung.

Setiap orang pasti meninggal. Seringkali manusia belum siap dengan datangnya ajal. Apalagi bagi keluarga yang ditinggal. Terutama jika yang pergi tanpa sakit tertentu. Teringat meninggalnya salah seorang sepupuku.

Beliau pulang dari jamaah salat Asar di masjid. Seorang tamu sedang menunggu di rumahnya. Sedang menerima tamu tersebut ia jatuh dari kursi, tepatnya melorot dari duduknya. Sang tamu segera membawanya ke rumah sakit, namun sudah dinyatakan meninggal oleh petugas.

Di rumah Nunung, kami bertemu Evi, sepupu suamiku yang lain. Yang rumahnya beberapa kilometer dari rumah duka. Saat banyak tamu datang rombongan, suamiku mengajak pamit.

"Gantian tamunya," ujar suamiku.

"Ayo, Vi. Aku pingin mampir ke rumahmu. Mumpung aku di sini. Nanti kamu bisa ke sini lagi, toh, rumahmu dekat," kataku tak menerima penolakan.

Sampai di rumahnya, Evi menceritakan waktu terakhir bersama adik lelaki satu-satunya, yang meninggal setahun lalu. Ia menemani sang adik opname dari pagi hingga sore. Malam harinya ia pulang ke rumah ibunya bersama adik perempuan yang masih lajang. Sedangkan si sakit ditemani istrinya. Dalam benak Evi, sang adik lelaki akan pulang dalam keadaan sembuh dan melanjutkan hidup. Namun esok paginya, Evi menerima kabar duka kematian sang adik.

Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:

كُلُّ نَفْسٍ ذَآئِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَنَبْلُوْكُمْ بِا لشَّرِّ وَا لْخَيْرِ فِتْنَةً ۗ وَاِ لَيْنَا تُرْجَعُوْنَ
"Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami." (QS. Al-Anbiya 21: Ayat 35).

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel