JUDI ONLINE MENYASAR ANAK, BUTUH KESERIUSAN NEGARA

JUDI ONLINE MENYASAR ANAK, BUTUH KESERIUSAN NEGARA


Penulis: Ikhsan | Aktivis Dakwah

Dari total 2,32 juta pemain judi online di Indonesia, sekitar 80 ribu di antaranya—atau setara 2 persen—merupakan anak-anak yang masih berusia di bawah 10 tahun, berdasarkan data Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Judi Online. Selain itu, terdapat 440 ribu pelaku berusia 10 hingga 20 tahun, 520 ribu orang berada dalam rentang usia 21 hingga 30 tahun, 1,6 juta berusia antara 30 hingga 50 tahun, dan sebanyak 1,35 juta pemain lainnya berusia di atas 50 tahun. (Republika.co.id, 21/06/2024)


Pemberantasan Judi Online, Jauh Panggang Dari Api

Berbagai upaya sudah dilakukan untuk memberantas judi online, seperti:

Pertama, ancaman penjara maksimal 6 tahun dan atau denda Rp 1 miliar hingga pemblokiran situs judi online. Hampir 4 juta konten judi online di ruang digital ditutup aksesnya dan lebih dari 6.000 akun e-wallet serta rekening bank diajukan ke OJK untuk ditutup atau diblokir.

Kedua, berdasarkan Keppres 21/2024 dibentuklah Satgas pemberantas judi online yang dipimpin Menkopolhukam dan melibatkan Kemkominfo, OJK, PPATK dan lain-lain untuk mempercepat pemberantasan judi online di Indonesia.

Ketiga, sosialisasi dan edukasi Bahaya judi online juga sudah disebarkan di berbagai media termasuk SMS blast, iklan layanan masyarakat dan media sosial.

Keempat, sinergi beragam bidang terkait mencegah judi online pada anak dan orangtua yang tepat agar tidak meluas dan mencari pendekatan penanganannya. Masyarakat juga memiliki peran untuk membantu pemberantasan judi online dan diharapkan bisa melapor jika menemukan situs judi online. (Kompas.com, 04/11/2024)

Upaya-upaya tersebut mendapat tantangan yang muncul dari hasil temuan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang menyebutkan sekitar 97.000 personel TNI dan Polri terlibat dalam judi online.

Kekhawatiran pun muncul, terutama mengenai efektivitas penegakan hukum jika justru aparat pemerintah terlibat, padahal merekalah yang seharusnya berada di garda terdepan dalam memberantas judi online.

Kasus pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang melindungi ribuan situs judi online (judol) manambah ketidakpercayaan publik akan kesungguhan pemerintah untuk memberantas judol. Polisi telah menyita uang senilai Rp 166,686 miliar dari ke-24 tersangka.

Uang sebesar Rp 166,686 miliar itu meliputi uang tunai Rp 76,979 miliar dan saldo rekening e-commerce yang diblokir senilai Rp 29 miliar, menurut Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Karyoto.

Karena masih ada bank-bank yang masih kami proses perhitungannya maka Jumlah ini (saldo pada rekening e-commerce tersangka) akan terus bertambah,” ungkap Karyoto di Polda Metro Jaya, Senin (25/11/2024).

Situasi pemberantasan judi online ini menimbulkan dilema, karena pemerintah harus memastikan penegakan hukum berjalan transparan.


Akar Permasalahan Maraknya Judi Online

Persoalan judi online ini bukanlah masalah yang bersifat kasuistik, tapi ada akibat penerapan sistem kapitalisme yang dasarnya sekulerisme yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Sebab kapitalisme yang orientasinya materi atau apa pun yang bisa menjadi keuntungan materi bagi seseorang atau negara, maka akan disahkan bahkan dilegalkan sebagaimana di luar negeri banyak perjudian yang dilegalkan. Dalam sistem kapitalisme judi dilihat sebagai sebuah potensi ekonomi, bahkan pemerintah berencana menjadikan judi online sebagai target pajak baru.


Solusi Islam memberantas judi online

Dalam Islam Negara memiliki peran yang paling besar dalam memberantas judi online dengan menerapkan sanksi yang tegas. Pelaku judi, termasuk judol mendapat sanksi pelanggaran syariah yaitu takzir.

Pelanggaran syariah yang dijatuhi sanksi takzīr pada prinsipnya adalah setiap perbuatan pidana atau kriminal (al-jarimah, criminal act) sesuai standar syariah Islam (Al-Qur`an dan As-Sunnah), namun tidak ada sanksinya secara khusus dari Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Sebagaimana diuraikan secara rinci oleh Syekh ‘Abdurrahman al-Maliki dalam kitabnya Nizham al-‘Uqubālat, halaman 157-175 dengan Penentuan jenis dan/atau kadar hukuman takzir yang telah ditetapkan oleh hakim syariah (qadhi) dengan 14 jenis sanksi. Sanksi mulai dari nasihat, celaan, pengasingan, hingga hukuman mati bagi bandar judol dengan jaringan yang luas dan besar.


Penutup

Judi online tidak akan semakin merajalela jika negara benar-benar serius untuk memberantasnya. Selama sistem yang di terapkan adalah sistem kapitalisme dengan dasar sekulerisme maka mustahil untuk bisa memberantas judi online hingga ke akar-akarnya. Dengan penerapan sistem Islam oleh negara maka anak akan terhindar dari bahaya judi online.

Wallahu A'lam Bishawab.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel