
KEBAHAGIAAN HAKIKI HANYA ADA DI ISLAM
Selasa, 02 November 2021
Edit

Oleh: Riza Mulyani
Mana ada manusia yang tidak ingin bahagia. Pasti semuanya menginginkan kebahagian mengiringi sepanjang perjalanan hidupnya.
Namun kebahagian itu ternyata relatif, tidak sama antara satu dengan yang lainnya. Ada yang merasa bahagia apabila terpenuhi semua kebutuhannya dan bergelimang harta mewah, hidup penuh konsumtif, punya barang-barang branded, makan di hotel berbintang, dan seterusnya...
Tetapi ada juga yang merasa sudah bahagia manakala sudah terpenuhi semua kebutuhan hidupnya meski sederhana. Namun aktifitas yang dilakukan kesehariannya bermanfa'at baik bagi dirinya, keluarga dan masyarakat, karena dia sadar betul hidup di dunia hanya sebentar dan semua aktifitasnya akan dimintai pertanggung jawaban.
Sebagai seorang muslim sejatinya, kita menginginkan kebahagian yang sempura yaitu "bahagia dunia akhirat", seperti yang selalu kita lantunkan dalam do'a "Robbana Aatina fiddunya hasanah wa fil akhiroti hasanataw wa qina 'adza bannar". Atau kita sering menyebutnya doa sapu jagad...
Siapa saja bisa mendapatkan kebahagiaan, baik itu kebahagian di dunia saja, atau kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Tergantung doa kita kepada Allah Swt. dan aplikasi kesehariannya, karna Allah Swt. tidak akan pernah mendzalimi seorang pun hambya-Nya.
Seperti pesan cinta-Nya dalam Surat Hud ayat 15:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
"Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna, dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan".
Berkenaan dengan ayat di atas, Imam al-Aufi meriwayatkan penjelasan Ibnu Abbas, sebagaimana yang dikutip Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, bahwa seorang hamba yang suka riya’ dan pamrih dalam beramal, maka pahala mereka hanya akan di berikan di dunia saja dan di akhirat tidak mendapatkan apa-apa. Na'udzubillahi min dzalika....
Kemudian disebutkan oleh Imam Jalaluddin As-Suyuthi bahwa gambaran riya’ dan pamrih dalam beribadah itu sama halnya dengan menyekutukan Allah Swt., dalam hal ini sekala kecilnya ialah menyekutukan Allah dengan kepentingannya sendiri.
Begitulah sifat asli manusia, terkadang berdoa kepada Sang Khaliq kalau ada keperluan dan kepentingan saja, seolah kita yang mengatur Allah. Terburu-buru, tidak sabar agar segera doanya dikabulkan, meminta balasan dari amal kebaikannya secara kontan di dunia, maka itu sejatinya permintaan yang merugikan dirinya sendiri.
Karena sikap seperti itu tidak tulus (total) dalam menghambakan diri kepada Sang Ilahi Robbi, tidak sepenuh hati dalam beribadah kepada-Nya. Karena hanya Dialah yang Maha tau, apa yang terbaik buat kita, dan Dia akan mengabulkan doa kita pada saat yang tepat, bukan sesuai yang kita harapkan.
Allah Swt. tidak pernah ingkar janji sebagaimana dalam surat Al Baqarah ayat 186:
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ
"Jika hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang-Ku, maka (jawablah), ‘Aku dekat. Aku akan mengabulkan permohonan orang yang berdoa jika ia memohon kepada-Ku."
Meski demikian, Allah tetap memberikan apa yang dia inginkan tanpa menguranginya sedikit pun, seperti yang sering kita dapatkan orang yang bergelimang harta namun kurang ta'at kepada Allah Swt. Bahkan orang kafir yang jelas-jelas mengingkari-Nya, ketika mereka berusaha untuk mendapatkan harta tersebut Allah berikan seperti penggalan surat hud ayat 15 ini:
نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ
"kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia tidak akan dirugikan".
Namun hakekatnya merekalah orang-orang yang tidak memperoleh (sesuatu), di akhirat kecuali neraka, dan sia-sialah disana apa yang telah mereka usahakan di (dunia) dan terhapuslah apa yang telah mereka kerjakan (QS. hud ayat 16)
Sementara seorang hamba yang tulus beribadah kepada-Nya, totalitas menyerahkan hidup-matinya di tangan Allah Swt. serta hanya mengharap rida Allah, baginya itulah "kebahagiaan hakiki".
Allah sang pemilik surga mempersilahkan dirinya memasuki surga tersebut dalam firman-nya:
وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ إِلَّا مَا شَاءَ رَبُّكَ ۖ عَطَاءً غَيْرَ مَجْذُوذٍ
“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya” (Terj. Qs Hud [11]:108)
MasyaAllah... Kebahagian hakiki hanya ada dalam konsep Islam, diluar luar Islam "nothing". Islam telah datang untuk mengatur umat manusia dalam seluruh aspek kehidupannya, sehingga dapat meraih kebahagian yang abadi, mencakup kebahgaiaan di dunia dan akhirat.
Semoga Allah memampukan kita memanfaatkan umur, tenaga, waktu, harta kita, di jalan Allah Swt. sehingga hari-hari kita selalu mendapatkan keberkahan (ziyadatul Khair) serta meraih kebahagiaan yang hakiki. Aamiin ya Rabbal 'aalamiin...
Wallahu a'lam bish-showab