ORANG-ORANG YANG BERSIH/SUCI

ORANG-ORANG YANG BERSIH/SUCI


Oleh: Honriani Nst

Siapakah orang yang bersih? Apakah benar orang Yahudi dan orang Nasrani merupakan orang-orang yang bersih/Suci seperti anggapan mereka yang diceritakan Allah dalam Al-Qur’an? Perkara orang-orang yang bersih sudah dijelaskan oleh Allah swt dalam ayat cinta-Nya an-Nisa ayat 49-52 berikut:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يُزَكُّونَ أَنْفُسَهُمْ بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشاءُ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلاً (49) انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفى بِهِ إِثْماً مُبِيناً (50) أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيباً مِنَ الْكِتابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هؤُلاءِ أَهْدى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلاً (51) أُولئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيراً (52)
Apakah kamu tidak memperhatikan orang yang menganggap dirinya bersih. Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka). Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan tagut, dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman. Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.

Sebab turunnya ayat 49 dijelaskan oleh beberapa mufassir, diantaranya: al Hasan dan Qatadah.

Menurut Al-Hasan dan Qatadah surat An-Nisa: 49 ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani ketika mereka mengatakan, "Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Juga sehubungan dengan ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: "Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani." (Al-Baqarah: 111)

Menurut Mujahid, orang-orang Yahudi dan Nasrani menganggap bahwa anak-anak merupakan orang yang bersih dari dosa, karena anggapan itu maka orang-orang Yahudi dan Nasrani akan menempatkan anak-anak mereka di hadapan mereka (menjadikan anak-anak sebagai imam mereka) saat mereka berdo’a atau pun saat mereka sembahyang.

Sedangkan menurut Ibnu Abbas sehubungan dengan An-Nisa: 49 ini, bahwa demikian itu karena orang-orang Yahudi mengatakan, "Sesungguhnya anak-anak kita telah meninggal dunia dan mereka mempunyai hubungan kerabat dengan kita. Mereka pasti memberi syafaat kepada kita dan membersihkan kita (dari dosa-dosa)." Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu firman-Nya: "Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih." (An-Nisa: 49), hingga akhir ayat.

Ayat 49 ini menjelaskan bahwa anak-anak yang bersih dari dosa tidak akan mampu membersihkan dosa (memberi syafaat) kepada orang tuanya. Hanya Allah yang mampu membersihkan dosa orang yang pernah berbuat dosa, Allah tidak akan membersihkan dosa seseorang melalui orang yang tidak berdosa.

Anggapan bahwa orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak berdosa karena anak-anak mereka yang tidak berdosa juga diungkapkan oleh Ad-Dahhak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang-orang Yahudi selalu mengatakan, "Kami tidak mempunyai dosa sebagaimana anak-anak kami tidak mempunyai dosa."

Allah yang memiliki wewenang/kemampuan membersihkan seseorang dari dosa dinyatakan dalam lanjutan ayat tersebut:

بَلِ اللَّهُ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ
Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya. (An-Nisa: 49)

Yakni segala sesuatu mengenai hal ini dikembalikan kepada Allah Swt. Dialah yang lebih mengetahui hakikat semua perkara dan rahasia-rahasianya.

Kemudian ayat ini ditutup Allah dengan pernyataan:

وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا
dan mereka tidak dianiaya sedikit pun. (An-Nisa: 49)

Makna ayat ini, Dia tidak akan membiarkan bagi seseorang sesuatu pahala pun. Betapapun kecilnya pahala itu, Dia pasti menunaikan pahala itu kepadanya. Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ata, Al-Hasan, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang dimaksud dengan fatil dalam ayat ini ialah sesuatu yang sebesar biji sawi.

Kemudian firman Allah ayat berikutnya membantahkan anggapan orang Yahudi dan Nasrani, bahwa mereka merupakan orang-orang yang bersih. Allah menyebut mereka sebagai orang yang berdusta terhadap Allah, dan anggapan mereka itu menjadi dosa bagi mereka:

انْظُرْ كَيْفَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَكَفى بِهِ إِثْماً مُبِيناً (50)
Perhatikanlah, betapakah mereka mengada-adakan dusta terhadap Allah? Dan cukuplah perbuatan itu menjadi dosa yang nyata (bagi mereka).

Anggapan (perkataan dusta) mereka ini juga ada dalam surat yang lain, seperti :

لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى
Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani. (Al-Baqarah: 111)

لَنْ تَمَسَّنَا النَّارُ إِلا أَيَّامًا مَعْدُودَةً
Kami sekali-kali tidak akan disentuh oleh api neraka, kecuali selama beberapa hari saja. (Al-Baqarah: 80)

Selanjutnya Allah mengatakan:

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ أُوتُوا نَصِيباً مِنَ الْكِتابِ يُؤْمِنُونَ بِالْجِبْتِ وَالطَّاغُوتِ
Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Al-Kitab? Mereka percaya kepada yang disembah selain Allah dan tagut. (An-Nisa: 51)

Makna al-jibti menurut riwayat Muhammad ibnu Ishaq, dari Hissan ibnu Qaid, dari Umar ibnul Khattab, yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan al-jibt ialah sihir, sedangkan tagut ialah setan. Allamah Abu Nasr ibnu Ismail ibnu Hammad Al-Jauhari di dalam kitab sahihnya mengatakan bahwa lafaz al-jibt ditujukan kepada pengertian berhala, tukang ramal, penyihir, dan lain sebagainya yang semisal.

Mujahid mengatakan bahwa tagut ialah setan dalam bentuk manusia, mereka mengangkatnya sebagai pemimpin mereka dan mengadukan segala perkara mereka kepada dia, dialah yang memutuskannya. Imam Malik mengatakan bahwa tagut ialah semua yang disembah selain Allah Swt.

Ayat 51 surat an-Nisa ini ditutup Allah dengan:

وَيَقُولُونَ لِلَّذِينَ كَفَرُوا هؤُلاءِ أَهْدى مِنَ الَّذِينَ آمَنُوا سَبِيلًا
dan mengatakan kepada orang-orang kafir (musyrik Mekah) bahwa mereka itu lebih benar jalannya daripada orang-orang yang beriman. (An-Nisa: 51)

Ayat ini menjelaskan bahwa mereka lebih mengutamakan orang-orang kafir daripada kaum muslim, karena kebodohan mereka sendiri, minimnya agama mereka, dan kekafiran mereka kepada Kitab Allah yang ada di tangan mereka.

Begitu jugalah kondisi umat Islam saat ini, mereka lebih mengutamakan aturan yang berasal dari orang-orang kafir (sistem pemerintahan demokrasi dan sistem ekonomi kapitalis) dalam mengurusi rakyat dari pada aturan Allah yang sudah dicontohkan oleh baginda Rasulullah saw (sistem khilafah islamiyyah ala minhain nubuwwah). Sungguh aneh negeri ini, ketika para pejabat dilantik, mereka disumpah dengan Al-Qur'an tapi mereka mengatur rakyat dengan aturan-aturan yang tidak berasal dari Al-Qur'an bahkan mengatur rakyat dengan aturan yang bertentangan dengan Al-Qur'an. Contoh sederhana, Allah mengharamkan riba, namun negeri ini menerapkan sistem ekonomi yang sarat dengan riba.

Lantas akan seperti apa nasib orang-orang yang selalu menentang aturan Allah?

Allah sudah menjelaskannya dalam ayat 52, mereka merupakan orang-orang yang dikutuk Allah dan tidak akan mendapatkan pertolongan dari Allah swt:

أُولئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ وَمَنْ يَلْعَنِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ نَصِيراً (52)
Mereka itulah orang yang dikutuki Allah. Barang siapa yang dikutuki Allah, niscaya kamu sekali-kali tidak akan memperoleh penolong baginya.

Akhirul kalam, dalam menjalani kehidupan ini tentu manusia, khususnya hamba yang beriman kepada Allah senantiasa mengharapkan pertolongan Allah. Jika bukan pertolongan Allah, lantas pertolongan siapa yang diharap manusia dalam menjalani kehidupan ini? Kita hanyalah makhluk yang sarat dengan keterbatasan, mari menundukkan hawa nafsu kita dan segera bertaubat dengan menaati aturan Allah dalam seluruh aspek kehidupan hingga kita bisa menjadi orang-orang yang bersih. Wallahu a’lam~

Alfaqir Honriani Nst

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel