RASIS

RASIS


Penulis: Yuliati Sugiono

Setiap aku memberi makanan ke tetangga cina itu, ga lama setelahnya pasti mereka membalas dan bisa dibilang 2 kali lipatnya malah.

Waktu itu pernah dibales pake rania (merek minuman kaleng di Mesir) satu kardus, buah mangga dua kg, soda satu galon.. Maa Syaa Allah.. Temen serumah jadi ikut kecipratan deh, padahal mereka dulu yang suka wanti-wanti “jangan deket-deket sama tetangga bawah”.

Well, maklum sih kalau masih ada yang rasis, tapi kalau kita bisa mengubah nasib hubungan kita dengan orang itu maka apa yang perlu dikhawatirkan, awalnya Aku dulu juga rasis di Indonesia.

Orang Cina di Surabaya itu bejibun, dan ya kerasa banget seolah ada sekat diantara orang pribumi sama orang keturunan Cina. Bahkan ada mall khusus yang mana banyak orang Cina yang belanja disitu, dan aku masih inget banget kalo udah masuk food courtnya, bau masakan-masakan Cina yang khas bikin eneg.

Setiap pulang sekolah juga pasti lewat kawasan sekolah yang dominan orang-orang Cina. Kulit putih kemerahan, rambut cepak (yang cowok) mata sipit, seragam sekolah selutut. Dan ya, entah kenapa tiba-tiba suasana berbeda aja jika berada di kawasan yang banyak orang Cinanya.

Dulu waktu belanja kebutuhan buat lomba robotika di Pasar Atom kebetulan yang punya toko juga orang Cina, dan ya sinis banget waktu ngelayanin kita... (padahal sebelum kita, dia ngelayanin orang yang sama-sama Cina dia ramah ramah aja). Emang sudah maklum sih dibahas di media kesenjangan sosial antara pribumi dan orang-orang Cina, tapi bukan berarti tidak ada penanganannya sama sekali.

Buktinya pak SBY dulu sudah meminimalisir, seperti aturan untuk memanggil orang Cina dengan sebutan Orang Tionghoa.

Nah kok bisa sih dulu Aku yang juga benci bahkan rasis justru sekarang malah enjoy belajar bahasa Cina, terbuka sama orang-orang Cina.

Mesir memang banyak membawa keberkahan, disinilah mata hatiku dibuka selebar-lebarnya yang awalnya menilai secara subjektif jadi lebih objektif. Ternyata ga semua orang itu sama. Disini aku punya teman-teman sekelas yang juga dari Cina, dan tidak seperti yang ada di Indonesia. Mereka ramah, asik pokoknya sampai bener-bener dibuat kagum dah sama sikap mereka.

Dari situ Aku belajar jadi orang yang terbuka, juga ga asal menilai orang dari cover doang sebelum kenalan lebih lanjut. Termasuk ke tetanggaku satu ini, meskipun mereka Cina juga bukan muslim, bukan berarti jadi penghalangku untuk menunaikan hak tetangga sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Maa Syaa Allah, terjawab juga bahwa mereka ga seburuk yang kita kira.

مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِّنْ ذَكَرٍ اَوْ اُنْثٰى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهٗ حَيٰوةً طَيِّبَةًۚ وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ اَجْرَهُمْ بِاَحْسَنِ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْن
Barangsiapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS An Nahl : 97)

Kolega yang pernah kuliah di Cina sampai menyimpulkan orang cina itu kalau belum kenal aja mereka cuek sama kita, tapi kalau sudah kenal.. Kamu nyebrang aja dipegangin “Sini sini aku tuntun biar ga jatuh”.

Dan bener sih, andai aku ga ada niatan buat kenalan, mungkin selama 6 bulan ini ga bakal ada memori manis antara aku dan tetangga bawah, bahkan ga cuma untukku, tapi juga temen-temen serumah yang sekarang sedikit demi sedikit udah ga serasis yang dulu. Alhamdulilah ala kulli hal.

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel