
BERSYUKUR PADA ALLAH UNTUK DIRI SENDIRI
Selasa, 22 Maret 2022
Edit

Oleh: Yati Azim
Jika menghitung nikmat-nikmat yang Allah SWT limpahkan, sungguh kita tak akan pernah mampu. Betapa luasnya Rahmat-Nya yang meliputi langit dan bumi. Kita tak akan pernah bisa menyaingi segala yang Allah SWT tampakkan. Belum lagi yang ghaib. Sebab kita manusia. Mana mungkin manusia bisa menyaingi Tuhan Sang Pencipta.
Harusnya kita malu dengan segala kesempurnaan dan berlimpahnya nikmat. Bahwa, misalnya saja, setelah bangun tidur kita kembali bisa menatap kehidupan dunia. Ya, dengan mata yang masih bisa berfungsi saja merupakan nikmat yang syukurnya harus besar. Bayangkan, kita masih bisa menyaksikan keluarga yang kita cintai. Betapa bahagianya bukan? Lalu, masih bisa menyaksikan keindahan alam tanpa harus kesusahan. Inilah nikmat. Ya, nikmat melihat. Maka, kenapa syukur itu masih kering?!
Padahal di luar sana, ada manusia yang mereka mengalami gangguan penglihatan. Untuk berjalan pun harus menggunakan tongkat sebagai alat mempermudah aktivitas. Jangankan berlari, berjalan saja harus lebih ekstra hati-hati. Kemudian bisa saja mereka rindu ingin melihat wajah ibunya, ayahnya, saudaranya. Atau, mereka tentu ingin menyaksikan rupa bunga yang mekar dengan segenap segala yang ada disekelilingnya.
Tapi kenapa, kok mereka bisa saja sabar. Bisa saja begitu mudahnya beribadah. Hingga, syukur mereka bisa jadi lebih tinggi levelnya dibandingkan kita yang bisa melihat dengan normal. MasyaAllah, bukankah syukur itu bagian dari pinta-Nya Allah SWT?
Kenapa untuk memenuhi syukur saja kita begitu berat. Begitu kaku. Untuk melafazkan kata 'alhamdulillah' kok yaa jarang? Malah, nikmatnya mata lebih cenderung melihat kepada hal-hal yang dilarangNya. Seperti, melihat aurat, membuka situs-situs porno. Ya, kenapa maksiat begitu menarik? Astaghfirullah.
Sejatinya, rasa syukur ini kita isi dengan melihat sesuatu yang akan menghantarkan kita pada pahala dan kebaikan.
Nikmat mata untuk membaca kalimat-kalimat kebaikan yang meliputi kebenaran penciptaan. Melihat isi kandungan Al-Qur'an yang spektakuler, sehingga memicu kita untuk semakin beradab. Semakin kokoh aqidah. Semakin mendekap takwa. Semakin yakin bahwa syukur akan menghantarkan pada bahagia sejati.
وَلَقَدْ آتَيْنَا لُقْمَانَ الْحِكْمَةَ أَنِ اشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَنْ يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِ ۖ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Dan sungguh, telah Kami berikan hikmah kepada Lukman, yaitu, ”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa tidak bersyukur (kufur), maka sesungguhnya Allah Mahakaya, Maha Terpuji.” (TQS. Lukman: 12)