
KEIMANAN TERHADAP YANG GAIB
Kamis, 17 Februari 2022
Edit

Oleh: Wina Fatiya
بَلِ ادّٰرَكَ عِلْمُهُمْ فِى الْاٰخِرَةِۗ بَلْ هُمْ فِيْ شَكٍّ مِّنْهَاۗ بَلْ هُمْ مِّنْهَا عَمُوْنَ
Artinya: "𝘉𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘢𝘵 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘢𝘮𝘱𝘢𝘪 (𝘬𝘦 𝘴𝘢𝘯𝘢). 𝘉𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘳𝘢𝘨𝘶-𝘳𝘢𝘨𝘶 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢 (𝘢𝘬𝘩𝘪𝘳𝘢𝘵 𝘪𝘵𝘶). 𝘉𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢 𝘣𝘶𝘵𝘢 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘵𝘶." (QS. An-Naml ayat 66)
Apa yang kita rasakan saat kita diajak untuk mempercayai sesuatu yang tidak kita saksikan? Pasti bingung 𝘺𝘢, ragu-ragu bahkan 𝘯𝘨𝘨𝘢 akan percaya.
Misal ada orang yang mengatakan tulang belulang yang sudah rapuh direndam tanah itu akan bisa dibangkitkan lagi. Atau manusia kelak akan melewati suatu jembatan yang sangat tipis bahkan lebih tipis daripada rambut yang dibelah tujuh. Pasti banyak yang tidak percaya, iya 𝘬𝘢𝘯?
Nah, Allah SWT mengabarkan dalam ayat ini bahwa orang-orang kafir adalah orang yang ragu-ragu tentang akhirat bahkan mereka buta tentang hal itu. Allah SWT menjustifikasi bahwa pengetahuan mereka tidak akan sampai ke sana (akhirat).
Mengapa demikian? Semua berawal dari keyakinan terhadap sesuatu yang tidak terlihat. Keyakinan ini sangat sulit diterima akal. Karena fitrahnya akal adalah menerima sesuatu yang nyata dan bisa dibuktikan dengan logika.
Orang-orang kafir memang banyak yang berakal dan cerdas, namun nyatanya kecerdasan itu tidak mampu mengantarkan mereka pada kebenaran hakiki. Kebenaran bahwasanya ada sesuatu yang gaib di balik segala sesuatu yang nyata.
Misalnya Walid bin Mughiroh, ayahanda Khalid bin Walid ini adalah pemimpin Quraisy yang sangat cerdas. Saking cerdasnya ketika ada persoalan di tengah-tengah masyarakat, maka yang menjadi rujukan adalah dia.
Dia sangat ahli dalam ilmu terutama bidang syair dan sastra. Ketika Abu Jahal datang padanya untuk meminta 'fatwa' tentang Nabi Muhammad SAW dan Al-Quran yang dibawanya, ia mengakui bahwa Al-Quran itu bukanlah dari jenis syair atau perkataan manusia.
Sebagaimana tertulis dalam kitab Wa Syahida Syahidun min Ahliha oleh Raghib as-Sirjani, Walid bin Mughiroh berkata:
“𝘈𝘱𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘶𝘳𝘶𝘵𝘮𝘶 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘩𝘢𝘳𝘶𝘴 𝘬𝘶𝘬𝘢𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘬𝘢? 𝘋𝘦𝘮𝘪 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩! 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪 𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩-𝘵𝘦𝘯𝘨𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘭𝘪𝘢𝘯 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘭𝘦𝘣𝘪𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘩𝘢𝘮𝘪 𝘴𝘺𝘢𝘪𝘳 𝘈𝘳𝘢𝘣 𝘥𝘢𝘳𝘪𝘱𝘢𝘥𝘢 𝘢𝘬𝘶. 𝘛𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘫𝘶𝘨𝘢 𝘱𝘦𝘯𝘨𝘦𝘵𝘢𝘩𝘶𝘢𝘯 𝘵𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘳𝘢𝘫𝘢𝘻 𝘥𝘢𝘯 𝘲𝘢𝘴𝘩𝘪𝘥𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘭𝘪 𝘥𝘪𝘳𝘪𝘬𝘶. 𝘛𝘢𝘱𝘪 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘶𝘤𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 𝘔𝘶𝘩𝘢𝘮𝘮𝘢𝘥 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘴𝘦𝘳𝘶𝘱𝘢 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘪𝘯𝘪 𝘴𝘦𝘮𝘶𝘢. 𝘑𝘶𝘨𝘢 𝘣𝘶𝘬𝘢𝘯 𝘴𝘪𝘩𝘪𝘳 𝘫𝘪𝘯. 𝘋𝘦𝘮𝘪 𝘈𝘭𝘭𝘢𝘩! 𝘈𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘪𝘢 𝘶𝘤𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 (𝘈𝘭 𝘘𝘶𝘳𝘢𝘯) 𝘪𝘵𝘶 𝘮𝘢𝘯𝘪𝘴. 𝘔𝘦𝘮𝘪𝘭𝘪𝘬𝘪 𝘵𝘩𝘢𝘭𝘢𝘸𝘢𝘵𝘢𝘯 (𝘬𝘦𝘯𝘪𝘬𝘮𝘢𝘵𝘢𝘯, 𝘣𝘢𝘪𝘬, 𝘥𝘢𝘯 𝘶𝘤𝘢𝘱𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘳𝘪𝘮𝘢 𝘫𝘪𝘸𝘢). 𝘉𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘢𝘵𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘣𝘶𝘢𝘩, 𝘴𝘦𝘥𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘸𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘴𝘶𝘣𝘶𝘳. 𝘗𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘣𝘦𝘨𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘯𝘨𝘨𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘢𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘭𝘪𝘯𝘺𝘢, 𝘴𝘦𝘳𝘵𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘩𝘢𝘯𝘵𝘢𝘮 𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘥𝘢 𝘥𝘪𝘣𝘢𝘸𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢."
Kecerdasan dan keluasan ilmu tergambar dari perkataannya. Namun kecerdasan dan ilmunya itu tidak mampu membuka tabir keyakinan dalam hatinya. Bahkan dia menginisiasi supaya Al-Quran itu dipropagandakan sebagai sihir yang dipelajari oleh Muhammad dari orang lain.
Kecerdasan dan luasnya ilmu ternyata tidak mampu membentenginya dari azab Allah SWT. Dalam QS. al-Mudatstsir ayat 11-30, Allah SWT menceritakan bagaimana keadaan Walid bin Mughiroh ini.
"𝘉𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯𝘭𝘢𝘩 𝘈𝘬𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘵𝘪𝘯𝘥𝘢𝘬 𝘵𝘦𝘳𝘩𝘢𝘥𝘢𝘱 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘯𝘤𝘪𝘱𝘵𝘢𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘴𝘦𝘯𝘥𝘪𝘳𝘪𝘢𝘯. 𝘋𝘢𝘯 𝘈𝘬𝘶 𝘫𝘢𝘥𝘪𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘩𝘢𝘳𝘵𝘢 𝘣𝘦𝘯𝘥𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘣𝘢𝘯𝘺𝘢𝘬. 𝘋𝘢𝘯 𝘢𝘯𝘢𝘬-𝘢𝘯𝘢𝘬 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘣𝘦𝘳𝘴𝘢𝘮𝘢 𝘥𝘪𝘢. 𝘋𝘢𝘯 𝘒𝘶-𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘣𝘢𝘨𝘪𝘯𝘺𝘢 (𝘳𝘦𝘻𝘦𝘬𝘪 𝘥𝘢𝘯 𝘬𝘦𝘬𝘶𝘢𝘴𝘢𝘢𝘯) 𝘥𝘦𝘯𝘨𝘢𝘯 𝘴𝘦𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯𝘨-𝘭𝘢𝘱𝘢𝘯𝘨𝘯𝘺𝘢. 𝘒𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘪𝘯𝘨𝘪𝘯 𝘴𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘴𝘶𝘱𝘢𝘺𝘢 𝘈𝘬𝘶 𝘮𝘦𝘯𝘢𝘮𝘣𝘢𝘩𝘯𝘺𝘢. 𝘚𝘦𝘬𝘢𝘭𝘪-𝘬𝘢𝘭𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 (𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘈𝘬𝘶 𝘵𝘢𝘮𝘣𝘢𝘩), 𝘬𝘢𝘳𝘦𝘯𝘢 𝘴𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘯𝘵𝘢𝘯𝘨 𝘢𝘺𝘢𝘵-𝘢𝘺𝘢𝘵 𝘒𝘢𝘮𝘪 (𝘈𝘭 𝘘𝘶𝘳𝘢𝘯). 𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘦𝘣𝘢𝘯𝘪𝘯𝘺𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪 𝘱𝘦𝘯𝘥𝘢𝘬𝘪𝘢𝘯 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘺𝘢𝘩𝘬𝘢𝘯. 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘯𝘨𝘨𝘶𝘩𝘯𝘺𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘵𝘦𝘭𝘢𝘩 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘵𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯 (𝘢𝘱𝘢 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘵𝘦𝘵𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢). 𝘔𝘢𝘬𝘢 𝘤𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢! 𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘵𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯? 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘤𝘦𝘭𝘢𝘬𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢!"
"𝘉𝘢𝘨𝘢𝘪𝘮𝘢𝘯𝘢𝘬𝘢𝘩 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘯𝘦𝘵𝘢𝘱𝘬𝘢𝘯?. 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘮𝘦𝘮𝘪𝘬𝘪𝘳𝘬𝘢𝘯. 𝘚𝘦𝘴𝘶𝘥𝘢𝘩 𝘪𝘵𝘶 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘮𝘢𝘴𝘢𝘮 𝘮𝘶𝘬𝘢 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘳𝘦𝘯𝘨𝘶𝘵, 𝘬𝘦𝘮𝘶𝘥𝘪𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘱𝘢𝘭𝘪𝘯𝘨 (𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘬𝘦𝘣𝘦𝘯𝘢𝘳𝘢𝘯) 𝘥𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘯𝘺𝘰𝘮𝘣𝘰𝘯𝘨𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘪𝘳𝘪, 𝘭𝘢𝘭𝘶 𝘥𝘪𝘢 𝘣𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢: “(𝘈𝘭 𝘘𝘶𝘳𝘢𝘯) 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘴𝘪𝘩𝘪𝘳 𝘺𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘱𝘦𝘭𝘢𝘫𝘢𝘳𝘪 (𝘥𝘢𝘳𝘪 𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨-𝘰𝘳𝘢𝘯𝘨 𝘥𝘢𝘩𝘶𝘭𝘶). 𝘪𝘯𝘪 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘭𝘢𝘪𝘯 𝘩𝘢𝘯𝘺𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘳𝘬𝘢𝘵𝘢𝘢𝘯 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢”. 𝘈𝘬𝘶 𝘢𝘬𝘢𝘯 𝘮𝘦𝘮𝘢𝘴𝘶𝘬𝘬𝘢𝘯𝘯𝘺𝘢 𝘬𝘦 𝘥𝘢𝘭𝘢𝘮 (𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢) 𝘚𝘢𝘲𝘢𝘳. 𝘛𝘢𝘩𝘶𝘬𝘢𝘩 𝘬𝘢𝘮𝘶 𝘢𝘱𝘢𝘬𝘢𝘩 (𝘯𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢) 𝘚𝘢𝘲𝘢𝘳 𝘪𝘵𝘶? 𝘚𝘢𝘲𝘢𝘳 𝘪𝘵𝘶 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘯𝘪𝘯𝘨𝘨𝘢𝘭𝘬𝘢𝘯 𝘥𝘢𝘯 𝘵𝘪𝘥𝘢𝘬 𝘮𝘦𝘮𝘣𝘪𝘢𝘳𝘬𝘢𝘯. (𝘕𝘦𝘳𝘢𝘬𝘢 𝘚𝘢𝘲𝘢𝘳) 𝘢𝘥𝘢𝘭𝘢𝘩 𝘱𝘦𝘮𝘣𝘢𝘬𝘢𝘳 𝘬𝘶𝘭𝘪𝘵 𝘮𝘢𝘯𝘶𝘴𝘪𝘢. 𝘋𝘢𝘯 𝘥𝘪 𝘢𝘵𝘢𝘴𝘯𝘺𝘢 𝘢𝘥𝘢 𝘴𝘦𝘮𝘣𝘪𝘭𝘢𝘯 𝘣𝘦𝘭𝘢𝘴 (𝘮𝘢𝘭𝘢𝘪𝘬𝘢𝘵 𝘱𝘦𝘯𝘫𝘢𝘨𝘢)."
Betapa berharganya sebuah pencarian keimanan hakiki. Dimulai dari memecahkan teka-teki siapa saya, kita akan berkelana menjajaki tahapan demi tahapan pertanyaan yang saling berkaitan.
Siapa saya, darimana, untuk apa saya di dunia dan mau kemana setelah meninggal, menjadi pertanyaan yang menuntut jawaban yang benar. Jika jawaban pertanyaan ini benar, maka benarlah aktivitas, perilaku, pemikiran dan perasaan kita. Namun sebaliknya jika salah maka semua aspek itu akan salah.
Kesimpulannya, salah memahami akan salah meyakini. Sebaliknya salah meyakini akan salah memahami. Keimanan terhadap perkara gaib ini mutlak dipecahkan oleh setiap manusia. Karena semua berawal dari keyakinan terhadap hal gaib.
Wallahu'alam bi Showab