
AMANAH ITU BERAT
Senin, 27 September 2021
Edit

Oleh: Mutiara Aini
Menjadi manusia bukanlah perkara yang mudah. Meski manusia dianggap sebagai makhluk paling sempurna. Namun ada hal besar yang menjadi tanggungjawabnya, yakni amanah.
Melaksanakan perintah serta menjauhi segala larangan-Nya menjadi amanah yang tidak dapat dibantah. Amanah tersebut memiliki konsekuensi. Bagi yang menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, maka surga menjadi hadiah terindah. Namun, bagi mereka yang melanggar bersiaplah menerima siksa di neraka.
Ketika Allah SWT menawarkan amanah kepada langit, bumi, dan gunung, ketiganya menolak. Bahwasanya menolak amanah bukan karena ingkar kepada Sang Pencipta, tetapi mereka merasa tidak sanggup untuk memikulnya. Hanya manusia-lah makhluk pemberani di semesta ini.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَ مَا نَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَا لْاَ رْضِ وَا لْجِبَا لِ فَاَ بَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَ شْفَقْنَ مِنْهَا وَ حَمَلَهَا الْاِ نْسَا نُ ۗ اِنَّهٗ كَا نَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًا ۙ
"Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi, dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh," (QS. Al-Ahzab 33: Ayat 72)
Sesungguhnya amanah itu sangat berat. Sebab amanah akan bermusuhan dengan sifat khianat, bahkan bisa menusuk dari belakang.
Tidak heran dalam tradisi Islam, ketika para pemimpin sejati disodori jabatan, mereka banyak yang menolak. Tampak dari wajah-wajah mereka kemurungan bukan kegirangan. Karena jabatan adalah amanah, yang akan dimintai pertanggungjawaban bukan hanya di dunia, tapi juga akhirat.
Abu Ubaidah bin al-Jarrah (583-639) adalah “penjaga amanah” yang disematkan langsung oleh Rasulullah.
Ia adalah calon kuat Khalifah (pemimpin) pasca-Rasulullah. Tetapi, dalam musyawarah pemilihan, ia menolak usulan Umar bin Khattab yang meminta dirinya menjadi khalifah. Abu Ubaidah justru mengusulkan Abu Bakar as-Shiddiq.
Umar bin Khattab (memerintah 634-644) adalah pemimpin yang bertanggung jawab dalam menjalankan amanah. Suatu hari ia memanggul sendiri karung gandum, begitu tahu ada rakyat (umat) yang kelaparan.
Namun watak seperti itu sekarang jarang ditemukan. Justru makin banyak orang berebut jabatan dan meminggirkan amanah.
Pada musim pemilu (pilkada, pileg, pilpres), banyak terjadi rebutan kursi-kursi jabatan. Padahal Nabi tidak akan memberikan para peminta jabatan, apalagi orangnya tamak. (HR Bukhori).
Mengutip dari kompas.com. Apabila pemimpin memandang jabatan sebagai alat (tools) boleh jadi ia dapat menggunakan jabatannya sebagai sarana untuk mengabdi pada kemaslahatan publik dengan penuh tanggung jawab.
Namun, sebaliknya bila jabatan dijadikan tujuan (goals), maka akan semakin menjauh dari amanah.
Wallahu àlam bisshawwab