
MEMENUHI PANGGILAN SYARIAH
Selasa, 03 Agustus 2021
Edit

Oleh: Titin Hanggasari
Panggilan atau seruan ini, Siapakah yang dipanggil?
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah seruan Allah dan Rasul, apabila dia menyerumu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepadamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan (Q.S. al-Anfal: 24)
Allah dan Rasulnya telah menyeru memanggil kaumnya yang beriman. Penting dan wajib bagi kita memenuhi panggilan tersebut. Karena hanya sifat iman inilah pelakunya akan mematuhi dan mengikuti perintah serta larangan-Nya. Memenuhi panggilan Syariah untuk menuai maslahah.
Dalam tafsir ayat:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ
Hai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah seruan Rasul apabila Rasul menyeru kepada kamu untuk sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu.
Seruan ini bersifat wajib, oleh karena wajibnya itu maka harusnya dapat menggelorakan semangat untuk menerima perintah dan melaksanakannya. Menurut Wahbah Al Zuhaili menyatakan, seruan tersebut mengandung isyarat bahwa pensifatan iman mewajibkan pelakunya untuk mematuhi mengikuti, dan mendengarkan perintah maupun larangan yang disampaikan.
Allah menegaskan bahwa mewajibkan seruan untuk untuk mentaati itu, sebenarnya untuk kepentingan dan kemaslahatan dirinya sendiri (untuk sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu) arti dari cakupan ini maknanya sangat luas.
Hal ini ditunjukkan pada aneka penafsiran dari para mufassir. Perkara yang menghidupkan itu adalah iman dan Islam. Alasannya, iman berarti hidupnya hati, sebaliknya kufur adalah matinya hati (oleh Al sudi).
Pendapat Qatadah, di dalam Alquran terdapat kehidupan kesuksesan, dan keterjagaan dari kesalahan. Alquran juga disebut sebagai kehidupan karena merupakan sumber dan pangkal ilmu sementara ilmu adalah kehidupan.
Penafsiran yang lebih umum ialah setiap yang haqq dan shawab, tercakup di dalamnya. Sehingga Alquran, jihad, iman, dan setiap amal kebajikan, ketaatan adalah termasuk perkara yang membutuhkan (terdapat pada kalimat lima yuhyikum adalah al-hayah al-thayyibah) kehidupan yang baik (QS an-Nahl: 97)
Kemudian Allah SWT berfirman:
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ
Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dengan hatinya.
Yaitu, Allah swt yang menguasai seluruh hati hamba-hambanya. Jika menurut penafsiran tersebut adalah taufik, hidayah maka dapat diterima. Jika sebaliknya yang dimaksud penafsiran adalah manusia tidak berkuasa sama sekali pada hatinya, sehingga tidak memiliki kekuasaan untuk memilih antara iman dan kafir, maksiat atau taat, Hidayah atau petunjuk, maka penafsiran tersebut adalah salah (tidak tepat).
Makna selain itu, ialah menunjukkan kedekatan Allah SWT terhadap hambanya. Karena Allah membatasi antara manusia dan hatinya, berarti Allah lebih dekat di antara jarak dua hal tersebut.
Bisa juga yang dimaksud pembatasan Allah diartikan dari hatinya diwujudkan dengan mematikannya. Kematian inilah dianggap sebagai pembatas seseorang dengan hatinya. Dengan ini maka seharusnya ada dorongan lebih kuat untuk bersegera melakukan ketaatan kepada-Nya. Sebelum kematian menjemput dan memisahkan dengan hatinya.
Ayat ini diakhiri dengan:
وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
Dan sesungguhnya kepada-nya-lah kamu akan dikumpulkan.
Jadi, ada dua prinsip penting yang menjadi catatan untuk memenuhi hukum syara dan maslahat (manfaat kebaikan) didapat. Kewajiban memenuhi tuntutan seruan untuk tunduk semua ketetapan hukum yang hanya berasal dari Allah dan Rasulnya. Pemenuhan ini agar terhindar dari kesesatan dan musibah.
Dan menjalankan ketetapan hukum dari Allah pada hakekatnya untuk kebaikan dan kemaslahatan manusia itu sendiri. Semua ketentuan syara akan membawa maslahat untuknya. Apabila ditinggalkan mafsadat (keburukan) lah yang akan diperolehnya.
Dua prinsip tersebut harus dijalankan, penting untuk menolak apa yang kini sering bermunculan kelompok liberal berbaju Islam, yang menolak berbagai ketetapan hukum syara. Karena mereka menawarkan pengaruh manis dari aspek maslahat sering digunakan sebagai alasannya.
Upaya ini selalu dijalankan untuk melawan adanya ketetapan hukum syara dengan dalih maslahat. Karena sangat lancang bila mengatakan hukum Allah tidak bermaslahat, dan menyatakan hukum lain yang lebih bermaslahat.
Tidak jarang sifat keminter (merasa pintar) manusia ini tidak kunjung memberikan kesadaran atas kelemahan dirinya. Betapapun pandainya Manusia tak mampu memastikan hakikat maslahat atau mafsadat. Sebab sering kita jumpai suatu yang maslahat tidak jarang disangka mafsadat.
Lalu masih percayakah dengan pesona dan segala argumen maslahat yang dipropagandakan para pengikutnya?
Pilihan terbaik kembalilah memenuhi panggilanNya, menjalankan syariah dengan sebenar-benarnya ketaatan. Pemenuhan ini dilakukan agar terhindar dari beragam kesesatan dalam kehidupan.