
FIR'AUN MASA KINI
Minggu, 08 Agustus 2021
Edit

Oleh: Muslihah
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
بسم الله الرحمن الرحيم
قَا لَ لَئِنِ اتَّخَذْتَ اِلٰهًا غَيْرِيْ لَاَ جْعَلَـنَّكَ مِنَ الْمَسْجُوْنِيْنَ
"Dia (Fir'aun) berkata, "Sungguh, jika engkau menyembah Tuhan selain aku, pasti aku masukkan engkau ke dalam penjara." (QS. Asy-Syu'ara' 26: Ayat 29)
Demikianlah manusia. Sejak dahulu manusia berpotensi sombong ketika punya kesempatan menjadi penguasa. Seakan sesaat ia berkuasa, semua orang yang ada di sekitarnya harus tunduk mengikuti semua kemauannya. Aku kira yang demikian itu hanya asumsiku saat masih kecil dulu tentang kedudukan seorang raja. Ternyata memang manusia seperti itu saat tidak memiliki iman dalam hatinya.
Sekarangpun masih seperti itu. Apalagi dengan sistem sekuler kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem yang memisahkan agama dari aturan negara ini memberi peluang kepada penguasa membuat aturan sesuai kemauan dan kepentingan sendiri. Siapa saja yang tidak sesuai dengan kepentingannya dianggap membahayakan kedudukan sehingga pantas untuk disingkirkan atau minimal diasingkan.
Akibat sistem ini siapa pun yang berkuasa harus menjalankan undang-undang hasil buatan manusia yang katanya hasil kesepakatan bersama. Alhasil, aturan itu sesuai dengan kepentingan masing-masing pencetusnya. Aturan ini tidak memperdulikan apakah sesuai dengan aturan Allah atau tidak. Yang paling penting aturan itu bisa menguntungkan ia dan kelompoknya.
Maka bukan tidak mungkin undang-undang satu dan lainnya saling tumpang tindih atau bahkan saling bertentangan. Penerapannya pun asal-asalan. Asal sudah ada, tanpa diperhatikan apakah sudah menyeluruh atau hanya sebagian rakyat yang mendapatkan kesejahteraan. Contoh pendidikan. Negara hanya menyediakan gedung sekolah, guru dan kurikulum. Tidak lagi memperhatikan apakah pendidikan itu bisa dijangkau oleh semua lapisan masyarakat?
Dalam sistem kapitalis saat ini pendidikan pun dikapitalisasi, bagaimana agar pendidikan bisa menghasilkan keuntungan materi. Maka setiap orang yang sekolah harus membayar. Semakin berpeluang meraih materi dari sebuah pendidikan maka semakin mahal. Kuliah di kependidikan, tidak akan semahal kuliah di kedokteran. Mengapa? Karena seorang dokter bisa dipastikan mempunyai penghasilan lebih tinggi dari pada seorang guru.
Akibatnya tidak semua orang bisa mendapat kesempatan pendidikan sesuai keinginan mereka. Padahal dalam Islam pendidikan itu hak setiap warga negara. Sebab Rasulullah mewajibkan setiap kaum muslim baik lelaki atau wanita agar menuntut ilmu kapanpun.
طلب العلم فريضة على كل مسلم و مسلمة
Dalam bidang kesehatan, negara hanya menyediakan keberadaan rumah sakit, tanpa memperdulikan apakah semua rakyat bisa menjangkau. Sebab dalam sistem kapitalis hanya orang yang mampu membayar yang akan mendapat pelayanan. Maka seakan-akan orang miskin itu tidak boleh sakit. Sebab untuk bisa sembuh harus mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Sedangkan dalam Islam baik pendidikan maupun kesehatan adalah hak rakyat yang harus dipenuhi oleh negara secara cuma-cuma. Hal ini pernah direalisasikan di masa kekhalifahan Islam. Setiap orang yang sakit mendapat pelayanan yang sama antara si kaya ataupun si miskin. Tak peduli ia pejabat atau cuma rakyat jelata. Setiap orang berkesempatan untuk meraih pendidikan tinggi meski ia anak yatim-piatu yang miskin.
Perhatikan saja perilaku penguasa di mana pun saat ini. Mereka bagaikan Fir'aun di masa modern. Mereka memimpin dengan penuh kesombongan, tidak mau diingatkan agar menerapkan aturan Tuhan Sang Pencipta manusia dan seluruh alam raya. Mereka yang kritis dan vokal menyuarakan agar mengembalikan semua undang-undang kepada aturan Allah dianggap membahayakan posisinya sebagai penguasa.
Mereka seakan menganggap dirinya Tuhan yang wajib disembah, dipatuhi semua perintahnya. Maka siapapun yang tidak taat akan diberi sangsi hukuman penjara. Bahkan jika perlu nyawa mereka boleh melayang sia-sia. Tak perlu lagi pengadilan membuktikan mereka bersalah. Teringat enam orang F*I yang meninggal akibat ditembak dari jarak dekat tanpa salah, tanpa proses pengadilan.
Wallahu a'lam bish shawab
Mojokerto, 6 Agustus 2021