ALLAH SATU-SATUNYA TEMPAT BERGANTUNG TERBAIK

ALLAH SATU-SATUNYA TEMPAT BERGANTUNG TERBAIK


Oleh: Muslihah Saiful

Kadang orang merasa dirinya paling menderita, mendapat cobaan paling berat. Kemudian bertanya, "Dosa apa yang aku perbuat hingga mendapat cobaan seberat ini?" Atau melihat orang lain yang menurutnya mendapat ujian berat dari Allah, sebuah penyakit yang tidak kunjung sembuh meski sudah berbagai usaha telah dilakukan. Lalu terbersit di benak, "Mungkin ia punya dosa tertentu sehingga Allah memberi peringatan kepadanya."

Tidak! Sakit, ujian, atau kesulitan bahkan kesengsaraan, bukan berarti itu sebuah peringatan atas dosa-dosa. Walaupun pada orang tertentu yang seperti ini bisa saja terjadi. Akan tetapi, sakit, ujian, kesulitan bahkan kesengsaraan, bisa jadi merupakan tanda cinta dari Allah untuk hamba pilihan-Nya.

Allah memilihnya sebagai salah satu hamba yang dicintaiNya dengan cara yang unik. Dengan sakit yang diderita, Allah menggugurkan dosa kemudian mengangkat derajat sang hamba, jika terus berharap dan berserah diri kepada-Nya. Dengan banyak kesulitan yang ia hadapi, Allah menggiringnya kepada pilihan sulit, pilih kesenangan dunia atau pilih taat kepada-Nya.

Kemarin aku ditelepon oleh salah seorang kerabat yang sudah lama tidak bertemu, sudah lama tidak bertegur sapa meski lewat telepon atau media sosial. Di mataku, ia orang kaya. Penghasilan suaminya bisa sepuluh kali dibanding penghasilan suamiku. Di pandang sekilas seakan tidak ada kesengsaraan yang ia derita.

Namun, kemarin ia curhat, menceritakan kegelisahan dan kegundahan hatinya. Ia merasa sangat berat menghadapi hidup. Tujuh belas bulan selama pandemi berlangsung, ia terpisah dari suami yang bekerja di negeri orang. Dulu meski berjauhan secara berkala suaminya akan pulang setelah empat bulan terpisah atau paling lama enam bulan.

Ia masih memiliki ibu. Hanya saja ia merasa sang ibu tidak menyayangi dirinya. Ia melihat sang ibu lebih perhatian kepada saudaranya yang lain. Meski ia sudah berusaha berbakti, berbuat baik kepadanya, tetap saja seperti tidak pernah ada. Ia bahkan hanya ingin menangis mengadukan galau hatinya. Ia ingin sekedar menangis di pangkuan sang ibu. Akan tetapi kesempatan itu tidak didapatkan.

Ia ingin sesekali sang ibu menginap di rumahnya. Namun sekalipun sang ibu tidak pernah bersedia. Jika pun sang ibu bersedia main ke rumahnya, terkesan tidak betah dan selalu ada alasan untuk segera pulang. Dalam hati ia ingin sang ibu dekat dengan anak-anaknya, mengajari membaca Al Qur'an atau sekedar mendengar hafalan surat pendek mereka. Sayangnya itu hanya ada dalam impian semata.

Kemudian ia membandingkan dengan kasih sayang sang ibu kepada saudaranya. Ia yang satu kota, jika menginginkan ibunya main ke rumah, seringkali banyak alasan untuk datang. Akan tetapi jika saudaranya yang meminta, padahal rumahnya di kota yang berbeda, langsung berangkat ke sana. Bahkan tidak jarang menginap berhari-hari.

Ia sedih, merasa tak ada yang menyayangi. Suaminya jauh, ibunya tidak peduli. Sementara curhat kepada ibu mertua juga tidak berani. Pada kesempatan itu aku menjadi pendengar yang baik. Aku tidak mau menyalahkan salah satu dari mereka. Aku juga tidak ingin ia durhaka kepada ibunya. Aku menyarankan agar ia datang kepada Allah, mengadukan itu semua kepada-Nya, dan mencurahkan segala isi hati.

Mungkin firman Allah

اعوذ بالله من الشيطان الرحيم
وَاِ لٰى رَبِّكَ فَا رْغَبْ
"dan hanya kepada Tuhanmulah engkau berharap." (QS. Al-Insyirah 94: Ayat 8)

Ini sesuai untuknya. Jika saja ia mau melakukannya, pasti itu yang terbaik untuknya. Allah mencintai hamba-Nya agar hanya kepada-Nya saja ia bergantung, bukan kepada yang lain. Maka adakah tempat bergantung selain dari-Nya? Semoga kerabatku itu bisa menjalani dengan kuat. Semoga ia benar-benar bisa menggantungkan semua masalah yang ia alami, yang ia rasakan hanya kepada Allah satu-satunya. Aamiin.

Wallahu a'lam bish shawab

Mojokerto, 18 Juli 2021

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel