
SETELAH MUI, GILIRAN LIPI MINTA PILKADA DITUNDA
Jumat, 02 Oktober 2020
Edit

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
Setelah Majelis Ulama Indonesia mengeluarkan Taklimat agar pemerintah menunda gelaran Pilkada, menyusul Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) juga menyuarakan hal serupa. Himbauan LIPI untuk menunda Pilkada ini menambah deret panjang elemen sipil society yang meminta Pilkada ditunda.
Sebelumnya, Muhammadiyah dan NU telah terlebih dahulu meminta Pilkada ditunda. Menyusul kemudian FPI, PA 212, dan GNPF Ulama secara bersamaan mengeluarkan pernyataan agar pemerintah menunda Pilkada maut 2020.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui Kepala Pusat Penelitian Politik LIPI Firman Noor dalam konferensi persnya, Kamis (1/10/2020), merekomendasikan pemerintah untuk menunda pelaksanaan Pilkada Serentak 2020.
Menurut LIPI, keputusan tetap melaksanakan pilkada di tengah pandemi virus corona (Covid-19) bukan sesuatu yang bijak dilakukan. Terlebih, saat kondisi kasus Covid-19 di Indonesia masih terus bertambah serta belum terkendali.
Sejauh ini, elemen masyarakat sipil tidak ada yang menyuarakan dukungan agar pilkada dilanjutkan. Pengamat media dari Astramaya Tomi Satryatomo dalam kajian online LP3ES, Rabu (30/9), menyebut dukungan Pilkada lanjut di sosial media mayoritas disuarakan oleh akun-akun yang terasosiasi dengan pemerintah termasuk yang terafiliasi dengan polisi.
Kendati demikian, Tomi memaparkan bahwa akun-akun yang mendukung pilkada mayoritas datang dari akun nonorganik atau akun 'bodong' yang tidak memiliki identitas jelas dalam kepemilikan sosial medianya.
Itu artinya, kebijakan melanjutkan Pilkada tak memiliki legitimasi publik. Legitimasi politik yang dibuat oleh pemerintah, DPR dan KPU yang bersepakat melanjutkan Pilkada ternyata tak sejalan dengan aspirasi publik.
Publik juga bisa memahami aspirasi dan masukan agar Pilkada ditunda murni aspirasi yang dilatarbelakangi rasa kemanusiaan. Mayoritas elemen masyarakat termasuk LIPI, bukanlah elemen masyarakat yang terafiliasi dengan partai atau kepentingan politik tertentu.
Justru dukungan pPilkada, sangat disayangkan berasal dari akun-akun yang terafiliasi dengan Polisi. Padahal, polisi semestinya netral dan tak ikut memainkan peran politik partisan dalam Pilkada.
Polisi semestinya justru ikut mensukseskan keamanan dan keselamatan rakyat, dengan mengimplementasikan asas 'Salus populi suprema lex esto', yang disampaikan Kapolri dalam maklumatnya. Jika Pilkada ditunda, tentu tugas penegakan protokol kesehatan sebagaimana amanat maklumat Kapolri lebih efektif ditegakkan.
Entahlah, sampai kapan pemerintah tetap membatu dan mengabaikan aspirasi publik. Padahal, aspirasi itu murni demi keselamatan bersama. Sungguh, jika Pilkada tetap dilanjutkan dan terjadi 'Tragedi Pandemi', pemerintah wajib bertanggung jawab. [].