
KESELAMATAN NYAWA RAKYAT HUKUM TERTINGGI, TUNDA PILKADA DITENGAH PANDEMI
Rabu, 30 September 2020
Edit

Oleh : Ahmad Khozinudin
Sastrawan Politik
_“Ini demi keselamatan masyarakat, kegiatan yang melanggar undang-undang atau Peraturan Pemerintah terkait dengan pandemi Covid-19. *Salus populi suprema lex esto,*”_
*[Humas Polda Jatim Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, 28/9/2020]*
Luar biasa alasan polisi membubarkan acara KAMI di Surabaya, yang juga dihadiri Gatot Nurmantyo, mantan panglima TNI. Dengan mengunggah aksara 'Salus populi suprema lex esto' Polisi begitu sigap membubarkan acara, tanpa menunggu sang Jenderal Purnawirawan Panglima TNI menyelesaikan pidato sambutannya.
Entah, apakah corak kepolisian kita berbeda atau aturan hukumnya yang berbeda. Sebelumnya, polisi di Kota Tegal begitu santun mengamati acara dangdutan di hajatan petinggi Golkar, tanpa melakukan pembubaran paksa.
Padahal, kerumunan massa saat acara dangdutan di Tegal, secara kesehatan lebih membahayakan nyawa rakyat ketimbang acara KAMI di Surabaya, Jatim yang dilakukan didalam ruangan, dengan jumlah peserta terbatas. Acara dangdutan di Tegal juga bukan kegiatan menyampaikan pendapat namun murni kegiatan keramaian yang semestinya wajib dibubarkan polisi.
Elok sekali ungkapan polisi, 'Salus populi suprema lex esto' yang maknanya keselamatan nyawa rakyat adalah hukum tertinggi. Karena itu, semestinya polisi langsung membubarkan Pilkada atau setidaknya membubarkan agenda kampanye dan pencoblosan, demi keselamatan nyawa rakyat.
Tapi saya ragu, yang lalu di Solo ada Cakada yang katanya anak presiden, melanggar protokol pandemi, tidak ada pidato 'Salus populi suprema lex esto' dari kepolisian. Polisi tetap santuy, dan Gibran tetap melanjutkan agenda politiknya.
Di Medan, Bawaslu Medan sebut Bobby yang konon mantu Presiden juga tak memenuhi protokol pandemi. Tak ada juga pidato 'Salus populi suprema lex esto' dari kepolisian. Bahkan, Boby bisa melanjutkan acara 'Belah Duren' bersama arah barunya Fahri Hamzah.
Secara substansi saya setuju dengan ungkapan 'Salus populi suprema lex esto'. Saya dukung 1000 % kepolisian menegakkan hukum ini. Namun, jangan tebang pilih, jangan hanya lips service.
Pendisplinan protokol kesehatan itu penting, asal jangan disalahgunakan untuk 'merepresi' rakyat karena memiliki aspirasi berbeda dengan rezim. Kalau silaturahmi KAMI bermasalah, demo menolak KAMI lebih bermasalah. Lantas, kenapa arah penegakan disiplin hanya kepada unsur yang kontra rezim ?
Polisi sebaiknya memberi contoh kebijakan nyata, bukan ikut-ikutan menjadi politisi yang gemar mengumbar janji. Aksi nyata polisi yang ditunggu, adalah langsung membubarkan Pilkada yang melanggar protokol pandemi. Itu juga jangan hanya diarahkan pada calon yang tak direstui rezim.
Kalau mau praktis, ya beri masukan presiden agar Pilkada ditunda. Penundaan Pilkada akan memudahkan kepolisian menegakkan protokol kesehatan menghadapi virus Corona. Penundaan Pilkada, juga dilakukan agar polisi terhindar dari persepsi publik tentang adanya penegakan hukum yang tebang pilih.
Semoga, Presiden masih memiliki hati untuk menunda Pilkada, persis seperti yang disampaikan Luhut Panjaitan. Sebab, bagaimanapun penundaan Pilkada menjadi syarat mutlak menyelamatkan kesehatan dan nyawa rakyat. [].