
JANGAN LEGALKAN PENJAJAHAN: PALESTINA BUTUH KHILAFAH, BUKAN SOLUSI DUA NEGARA
Jumat, 30 Mei 2025
Edit

Penulis: Diaz
Presiden Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan bahwa Indonesia siap membuka hubungan diplomatik dengan Israel, asal Israel mau mengakui negara Palestina. Pernyataan ini ia sampaikan saat konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Jakarta, 28 Mei 2025. Ia juga menegaskan dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara atau two-state solution sebagai jalan mencapai perdamaian.
Sekilas, pernyataan ini terdengar moderat dan diplomatis. Namun jika dicermati, justru menunjukkan kekeliruan cara pandang terhadap masalah Palestina yang sebenarnya. Setidaknya ada beberapa catatan penting.
Pertama, perlu ditanyakan: Palestina merdeka yang dimaksud itu wilayahnya yang mana? Apakah hanya Jalur Gaza, Tepi Barat, dan Yerusalem Timur sebagaimana yang dicetuskan dalam solusi dua negara versi PBB? Jika iya, maka berarti kita menyetujui bahwa sebagian besar wilayah Palestina tetap dikuasai Israel. Ini sama saja dengan melegitimasi penjajahan. Tapi jika yang dimaksud adalah seluruh wilayah Palestina dikembalikan, maka tidak akan ada tempat lagi bagi negara Israel. Namun jelas bukan itu yang dimaksud oleh Prabowo, karena ia justru menawarkan hubungan diplomatik dengan Israel.
Kedua, kemerdekaan seperti apa yang dimaksud? Jika kemerdekaan yang dituju adalah bentuk negara bangsa seperti Indonesia atau negara-negara anggota OKI lainnya, maka itu hanya kemerdekaan semu. Sebab secara faktual, negara-negara ini tidak menerapkan syariat Islam secara menyeluruh. Bahkan ada yang menyatakan penerapan syariat sebagai ancaman terhadap konstitusi atau Pancasila. Model seperti ini tampaknya yang dibayangkan Prabowo. Tapi jika Palestina merdeka dalam bentuk negara Islam sejati, yakni Khilafah, maka inilah bentuk kemerdekaan yang hakiki.
Khilafah adalah institusi kepemimpinan umum kaum Muslim sedunia, yang menjalankan syariat secara kaffah di dalam negeri dan mengusung dakwah serta jihad di luar negeri. Dengan khilafah, umat Islam bisa memobilisasi tentara untuk mengusir penjajah dari Palestina, Kashmir, Xinjiang, dan wilayah Muslim lainnya yang masih tertindas. Apakah Prabowo sebagai Muslim tidak sampai berpikir ke arah itu?
Ketiga, akar masalah Palestina adalah hilangnya pelindung umat, yakni khilafah, setelah runtuhnya Daulah Utsmaniyah pada 1924. Sejak saat itu, Zionis Yahudi dengan dukungan Barat bebas menjajah tanah suci umat Islam. Jika kita keliru memahami akar masalah, maka pasti salah juga dalam mengambil solusi. Karenanya, penting bagi kita semua, termasuk Prabowo, untuk memahami akar persoalan ini dengan benar.
Keempat, menyerukan kepada Israel agar mengakui Palestina justru menyesatkan arah perjuangan. Bukankah Israel itu penjajah? Mengapa kita justru meminta pengakuan dari penjajah? Apalagi jika Palestina yang diakui itu hanya berupa negara bangsa yang hidup berdampingan dengan Israel, maka itu sama saja dengan merestui kejahatan penjajahan. Ini bukan solusi, tapi bentuk pengkhianatan terhadap perjuangan umat Islam.
Sebaliknya, Islam telah menyediakan solusi yang benar, tuntas, dan syar’i, yakni jihad dan khilafah. Jihad adalah jalan untuk mengusir penjajah dari bumi Palestina. Sedangkan khilafah adalah institusi politik umat Islam yang akan membebaskan Palestina secara hakiki dan permanen.
Kelima, umat Islam termasuk Prabowo tidak punya pilihan lain selain mengambil solusi Islam. Allah SWT berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَّلَا مُؤْمِنَةٍ اِذَا قَضَى اللّٰهُ وَرَسُوْلُهٗٓ اَمْرًا اَنْ يَّكُوْنَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ اَمْرِهِمْ ۗوَمَنْ يَّعْصِ اللّٰهَ وَرَسُوْلَهٗ فَقَدْ ضَلَّ ضَلٰلًا مُّبِيْنًاۗ
“Tidak pantas bagi seorang mukmin, laki-laki maupun perempuan, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu perkara, mereka punya pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 36)
Ketika Allah dan Rasul-Nya telah menunjukkan bahwa jihad dan khilafah adalah jalan penyelesaian, maka kita wajib tunduk. Tidak pantas mengambil jalan buatan manusia yang justru meneguhkan dominasi musuh-musuh Islam.
Maka jelas, bukan pengakuan dari penjajah yang kita butuhkan. Tapi keberanian untuk mengambil solusi Islam. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Jika bukan umat Islam, siapa lagi?