DUNIA HANYALAH TEMPAT SINGGAH

DUNIA HANYALAH TEMPAT SINGGAH


Oleh : Miliani Ahmad

Gelombang pandemi yang menyapu dunia kiranya sudah cukup menjadi bukti bahwa manusia tak akan pernah mampu mengendalikan semuanya. Meskipun segenap komponen kekuatan bangsa-bangsa mencurahkan daya upayanya, tetap saja tak ada yang bisa menghentikan kehendak sang pencipta. Kiranya melalui realitas ini, sudah selayaknya manusia wajib berbenah dan merenung apakah selama perjalanan hidup di dunia telah berjalan sesuai perintahNya.

Dunia sementara, akhirat selamanya merupakan kata-kata bijak yang menggambarkan kefanaan dunia. Dalam sebuah hadist yang datang dari Abdullah bin Umar ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw memegang kedua bahuku dan bersabda,

"Jadilah kamu di dunia seolah-olah orang asing atau orang yang lewat. Ibn Umar berkata, ‘jka engkau ada pada waktu sore maka jangan menunggu pagi hari. Jika engkau ada pada waktu pagi maka jangan menunggu sore hari. Manfaatkanlah sehatmu sebelum sakitmu dan manfaatkanlah hidupmu untuk bekal matimu." (H.R Bukhari, Ibnu Hibban dan al-Baihaqi).

Hadist ini rasanya sangat tepat bila kita refleksikan pada kondisi hari ini. Saat Corona tak banyak memberikan ruang hidup bagi manusia, pada saat itulah harapannya manusia banyak menginsyafi kesalahannya. Semua bisa bersepakat bahwa saat ini kita seperti berhadapan dengan maut yang hanya sejengkal jaraknya. Ada rasa gelisah luar biasa. Jika flu datang tiba-tiba, semua nikmat seakan terasa putus semua. Bayang-bayang terpapar virus semakin membuat hidup kita berasa mendekati ambang batas.

Untuk itulah kiranya, rasa khawatir tersebut wajib kita jadikan pelecut untuk bersegera dalam beramal. Jika sehat masih dikandung badan maka kerjakanlah sebanyak-banyaknya amal. Jangan menunggu waktu sebagaimana yang dirujuk pada hadist di atas. Jangan menunggu sakit lalu mulai panjang angan-angan untuk beramal. Apalagi saat sakaratul maut sudah berada di tenggorokan tentu beramal menjadi hal yang tak mungkin dilakukan. Na’udzubillahi min dzalik.

Saya jadi teringat kisah salah seorang customer saya. Melalui sahabat saya, dia bermaksud memesan cincin mutiara yang saya pasarkan. Dia memilih salah satu dari banyak jenis cincin yang saya tawarkan. Singkat cerita barang pun sudah dipesankan ke agen. Namun, esok harinya sahabat saya ini mengabarkan bahwa pesanan cincin dengan jenis dan motif yang dipesan kemarin minta dibatalkan. Dengan nada sedih sahabat saya mengatakan bahwa si pemesan dikabarkan telah meninggal dunia. Saya pun juga sangat sedih. Bukan karena order yang dibatalkan akan tetapi merasa kehilangan seseorang saat kondisi wabah seperti ini begitu menyakitkan. Kejadian ini baru saja terjadi dua hari lalu saat saya menulis tulisan ini.

Begitulah tak ada manusia yang tahu akan batas waktunya. Kematian sudah seharusnya menjadi pengingat terbaik dan Corona menjadi wasilah pertaubatan yang luar biasa. Batas kehidupan dan kematian amatlah tipis.

Sungguh, kita semua sedang menunggu giliran. Satu per satu jiwa akan kembali menghadapNya. Lalu masihkah kita berfikir bahwa kita akan hidup dalam keabadian? Jika demikian adanya, tak ada yang lebih afdhol yang bisa kita upayakan selain benar-benar kita berupaya maksimal untuk terikat pada aturanNya. Dalam hal ini, taubatan nasuhah adalah jalan terbaik yang bisa kita siapkan untuk menyambut kematian kita.

Dunia hanyalah tempat singgah. Maka perlakukanlah diri layaknya hanya transit sebelum meneruskan perjalanan pulang. Bekal yang cukup akan sangat memudahkan kita kembali ke kampung halaman. Jika lengah dan terlalu asyik berada di persinggahan, bukankan akan mengaburkan tujuan? Atau lebih parahnya kita tak sadar kalau kita hanyalah singgah semata.

Ingatlah bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda,

''Aku tidak memiliki kecenderungan (kecintaan) terhadap dunia. Keberadaanku di dalam dunia seperti seorang musafir yang berteduh di bawah pohon, kemudian pergi dan meninggalkan pohon tersebut.'' (HR. Tirmidzi).

Wallahua’lam bish-showwab

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel