MELAWAN VIRUS CORONA

MELAWAN VIRUS CORONA


Saya awali artikel ini dengan sebuah kisah. Saat Rasulullah SAW mendapat Wahyu untuk hijrah, Rasulullah SAW memerintahkan semua sahabat untuk hijrah secara diam-diam. Beliau sendiri, mengambil waktu mengendap pada malam hari, meminta Ali R.A. menggantikan posisinya ditempat tidur, dan hijrah secara sembunyi-sembunyi bersama Sahabat Abu Bakar RA.

Mayoritas sahabat, ketika itu pergi hijrah secara sembunyi-sembunyi kecuali Umar RA. Umar bahkan menantang secara terbuka, kepada siapapun yang ingin menghalangi dirinya hijrah, jika memang telah siap anaknya jadi yatim atau istrinya menjadi Janda.

Melalui kisah ini, apakah hanya Umar RA yang kita anggap pemberani ? Apakah sahabat Nabi selain Umar RA termasuk Rasulullah SAW pengecut karena hijrah secara sembunyi-sembunyi ?

Jawabnya tidak. Baik Umar RA, Rasulullah SAW, dan semua sahabat RA adalah para pemberani. Jika mereka takut, mereka pasti tidak pergi hijrah karena takut ancaman kafir Quraisy.

Semua melaksanakan perintah hijrah, soal terbuka atau sembunyi-sembunyi hanyalah pilihan strategi. Hanya saja, apa yang dilakukan oleh Rasulullah dan perintah hijrah kepada para sahabatnya adalah Wahyu, bukan strategi hasil pemikiran Rasulullah SAW.

عن سعد بن مالك أن رسول الله ﷺ قال: إذا كان الطاعون بأرض فلا تهبطوا عليه، وإذا كان بأرض وأنتم بها فلا تفروا منه أخرجه أحمد (1/ 186)، رقم: (1615).
Dari Saad bin Malik RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Jika terjadi wabah thaa’uun di suatu negeri maka janganlah kalian memasuki negeri itu. Dan jika wabah itu terjadi di suatu negeri sedang kalian berada di negeri itu, maka janganlah kalian keluar dari negeri itu.” (HR Ahmad, Musnad Ahmad bin Hanbal, Juz 1, hlm. 186, no. 1615).

Lantas, ketika Rasulullah SAW menyeru kepada para sahabat untuk tidak memasuki wilayah yang terkena wabah endemik, dan meminta yang ada didalam wilayah wabah tidak keluar, apakah Rasulullah SAW mengajarkan sifat pengecut ? Apakah rasul takut kepada wabah penyakit ? Jawabnya bukan.

Rasulullah dan sahabat yang menghindari wilayah endemik penyakit, sebagaimana Umar RA tidak memasuki wilayah Syam ketika terjadi wabah Tha'un, bukan karena takut. Tetapi, Allah SWT telah memberi petunjuk melalui Wahyu, tentang kaidah kausalitas (syababiyah) untuk menghindari dan mencegah mewabahnya penyakit.

Jadi, saya akan mulai memasuki wilayah pembahasan yang urgen bagi pengemban dakwah. Betul bahwa ketakutan tidak mempercepat ajal, sebagaimana keberanian tidak menjauhkan dari ajal. Betul juga, kita wajib merobek tirai antara dunia dan akhirat dan jangan mengarang takdir sendiri. Dan yang paling penting, kita wajib memutus urat takut umat pada penguasa zalim.

Pembahasan ini hanya berlaku pada aspek untuk melakukan perlawanan kepada penguasa zalim, dan menghilangkan rasa takut pada kekuasaan zalim, serta hanya bersandar pada kekuasaan dan perlindungan Allah SWT semata. Hal ini penting dikokohkan, sebab tidak ada hubungan kasuslitas atau sebab akibat, antara berani melawan penguasa zalim dengan ajal.

Tidak ada hubungannya, antara ketakutan pada penguasa zalim dengan ajal, begitu juga sebaiknya. Bahasan dalam bab ini adalah bagaimana membentuk persepsi nafsiyah (jiwa) dalam rangka membentuk syakhsiyah (kepribadian) Islam yang tangguh. Yakni, seorang pengemban dakwah Islam yang pemberani.

Lantas bagaimana dengan isu virus Corona ? Apakah, ketika kita melakukan Lockdown berarti kita takut terhadap virus Corona ? Apakah ketika kita melakukan "Social Distancing", menjaga kebersihan, mencuci tangan dengan sabun, menyemprotkan disinfektan, berarti kita pengecut ? Penakut ? Takluk dan tunduk pada makhluk bernama Corona ?

Atau ketika menghindari untuk sementara sholat di masjid, tidak melaksanakan sholat Jum'at, Itu dikatakan kita takut pada makhluk kecil bernama Corona dan mengabaikan ketaatan kepada Allah SWT ?

Disinilah letak kekeliruan cara berfikir dan objek pemikiran. Soal wabah penyakit, itu adalah soal yang terindera, nyata, sebuah relasi kausalitas yang dapat dijangkau oleh akal.

Soal wabah itu beda dengan ketakutan pada rezim zalim yang hanya merupakan persepsi. Hanya pikiran imaginer yang memang dibentuk oleh penguasa zalim.

Jadi tidak tepat, menggunakan doktrin "menggunting urat takut umat", atau "tidak boleh mengarang takdir sendiri" untuk menghadapi kasus Corona, dengan mengabaikan kaidah kausalitas. Apalagi, Rasulullah SAW telah memberi panduan rinci tentang bagaimana menghadapi penyakit yang mewabah.

Jadi ketika kita melakukan Lockdown untuk melawan virus Corona, melakukan "Social Distancing", menjaga kebersihan, mencuci tangan dengan sabun, menyemprotkan disinfektan, berarti kita telah mengamalkan ajaran Rasulullah SAW Tentang bagaimana menghadapi wabah penyakit.

Kita juga telah mentaati Allah SWT, yang menyeru kepada umatnya untuk mengubah keadaan suatu kaum. Sebab, Allah SWT tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, kecuali kaum itu melakukan ikhtiar.

Lockdown untuk melawan virus Corona, melakukan "Social Distancing", menjaga kebersihan, mencuci tangan dengan sabun, menyemprotkan disinfektan, adalah ikhtiar terindera agar kita terhindar dari wabah virus Corona. Meskipun demikian, didalam amalan hati kita tetap wajib memiliki keyakinan, bahwa hanya Allah SWT sajalah, causa prima, sebab dari segala musabab, karenanya selain melakukan ikhtiar dalam menghadapi virus Corona ini kita wajib banyak berdoa, mendekatkan diri kepada Allah SWT, agar diberi jalan keluar, kemudahan dan keselamatan.

Kita tidak boleh jatuh menjadi Jabariyah, yang pasrah tanpa ikhtiar. Kita juga tidak boleh menjadi mu'tazilah dengan mendewa-dewakan aspek akal, ikhtiar dan hukum kasuslitas.

Yang benar adalah kita wajib proporsional, melakukan amalan di area yang kita kuasai (mukhayar), dengan menghadirkan kaidah syababiyah, hukum kausalitas dengan ikhtiar dan beramal. Kita juga wajib menghadirkan keyakinan akan pertolongan Allah SWT pada area yang tidak kita kuasai (musayyar).

والله أعلمُ بالـصـواب

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel